Pages

December 17, 2015

Ayo, Bermain Kartu!

Ayo, bermain kartu.

Saya memperhatikan, para siswa berkumpul sesuai dengan kelompoknya masing-masing. Dengan mudah bisa dilihat ada kelompok yang isinya siswa-siswa ini, kelompok lainnya isinya siswa-siswa yang itu. Kelompok-kelompok itu tercipta secara spontan. Siswa akan sering berkumpul dan bergaul dengan teman yang disenanginya atau dengan teman yang memiliki sifat yang hampir sama atau hobi yang sama. Ada keakraban yang sangat antarsiswa dalam satu kelompok dan ada sedikit kerenggangan antarsiswa yang berbeda kelompok.

Biasanya, kelompok-kelompok ini tempat duduknya di kelas juga selalu berdekatan. Kalaupun digilir, biasanya mereka hanya pindah satu tempat duduk di depan atau di belakang, namun mereka tetap saling berdekatan dengan teman dalam satu kelompok. Jika guru memaksakan untuk memisahkan dan mencoba membaurkan para siswa, biasanya para siswa protes. Ada rasa ketakrelaan.

Untuk mengatasi hal tersebut, saya membuat kartu sportivitas. Saya buat kartu yang menarik dan berbahan kertas tebal yang berlaminasi agar awet. Kartu itu saya gunakan untuk menggilir tempat duduk siswa.

Awalnya, saya menempeli setiap meja dengan nomor urut satu sampai terakhir. Kemudian, kartu yang jumlahnya sesuai dengan jumlah siswa, saya kocok dan saya meminta siswa mengambil satu per satu. Saya tekankan peraturannya: setiap siswa harus ikhlas mendapatkan kartu nomor berapapun. Kartu yang didapatkan itu tidak boleh ditukar dengan yang lain.

Saya menggilir tempat duduk siswa seminggu sekali, setiap hari Senin. Setiap hari Senin saya membawa kartu ke kelas dan mulai mengocoknya. Biasanya para siswa selalu menunggu-nunggu kartu dikocok. Mungkin ada sensasi rasa penasaran dalam diri mereka: di manakah mereka akan mendapatkan tempat duduk. Setelah kartu saya kocok, mereka dengan antusias mengambilnya. Kemudian, membukanya perlahan-lahan. Setelah terlihat nomor kartunya, ekspresi mereka bermacam-macam. Ada ungkapan: ah..., yee..., wah..., asyik..., sesuai dengan suasana hati mereka mendapatkan tempat duduk sesuai dengan nomor kartu.

Setiap Senin, jika saya belum datang ke kelas, biasanya mereka akan mencari saya. “Ayo, Pak, ke kelas. Mana kartunya?” Jikapun saya takbisa hadir, mereka akan mengambil kartu itu dan mengocok sendiri kartunya dan berpindah tempat sesuai hasil kartu yang diambil.

Setiap Senin, mereka tidak pernah tahu akan duduk di mana, depan atau belakang, samping kanan atau kiri. Mereka juga tidak tahu akan duduk berdekatan dengan siapa. Pergiliran tempat dengan cara tersebut juga membuat siswa berbaur dengan siswa lainnya secara acak. Tidak ada kelompok siswa yang duduknya selalu berdekatan. Setiap siswa akan berdekatan dan berusaha bergaul dengan seluruh siswa di kelas. Hal tersebut merupakan salah satu cara untuk mengurangi kecenderungan berkelompok yang dapat menimbulkan efek negatif.

Dengan penggiliran tempat duduk menggunakan teknik ini, para siswa juga belajar untuk sportif. Mereka berlatih menerima apa yang mereka dapatkan. Nomor kartu berapapun harus mereka terima dengan lapang dada.

Kartu ini juga saya gunakan untuk menentukan giliran praktek atau unjuk kerja. Misalkan untuk maju drama, pidato, atau setoran hafalan Quran. Terkadang, saat ditunjuk secara langsung, beberapa siswa merasa tidak puas terhadap urutan giliran maju. Dengan kocokan kartu ini, mereka akan menerima urutan giliran maju dengan lapang dada. Dan justru, kartu ini mendatangkan suasana yang ceria dan sensasi deg-degan saat mereka mengambilnya.

Demikian.

***

Sukoharjo, 15 Desember 2015




No comments:
Write comments