Pages

January 10, 2016

Pendidikan Anak: Mengejar Kebahagiaan Akhirat Tanpa Melupakan Kenikmatan Dunia


Ustadz Nurhadi dalam kegiatan Parenting di SMPIT Mutiara Insan Sukoharjo, menyampaikan bahwa anak bisa mengajak orang tuanya masuk ke surga. Namun, anak juga bisa menyeret orang tuanya ke neraka. Oleh karena itu, orang tua harus mendidik anaknya dengan baik dan harus berorientasi akhirat.

Prinsipnya yaitu, "Mengejar kebahagiaan akhirat, dengan tidak melupakan kenikmatan dunia". Ustadz Nurhadi mempraktikkan prinsip tersebut. Anak-anaknya diarahkan untuk menghafal Al-Quran sejak kecil. Anaknya yang masih SD juga mulai menghafal Al-Quran.

Anak pertama beliau studi di Mesir. Anak kedua beliau akan berangkat ke Turki. Selain itu, kedua anaknya juga diajari untuk berwirausaha. Kedua anaknya itu berangkat ke luar negeri dengan biaya sendiri. Anak pertamanya pernah melakukan umrah dengan biaya sendiri.

Ustadz Nurhadi juga menyampaikan agar para orangtua mengedepankan kelembutan dan kesabaran dalam mendidik anak. Selain itu, anak hendaknya dijauhkan dari pengaruh buruk televisi.

Kegiatan Parenting yang diikuti oleh orangtua/wali siswa SMPIT Mutiara Insan Sukoharjo ini dilaksanakan pada hari yang sama saat Penerimaab Hasil Belajar Siswa semester 1.

Orangtua bisa mengambil banyak manfaat dari kegiatan semacam ini. Mendidik anak memang membutuhkan ilmu. Juga memerlukan inspirasi dan motivasi, khususnya agar berorientasi ada akhirat.

Dengan diselenggarakannya kegiatan seperti ini, saya kadang berpikir: biaya pendidikan di SMPIT begitu murah karena dalam pelaksanaan kegiatan semacam ini, orangtua tidak dimintai dana lagi.




***
(Sukoharjo, 10 Januari 2016)




 




January 9, 2016

Saya Merinding Mendengarnya


Pada sesi akhir SBT (Spiritual Building Training) di SMPIT Mutiaran Insan Sukoharjo tadi malam, trainer meminta para siswa berdiri satu per satu, menyebutkan nama lengkap bin/binti nama orang tua dan mengatakan apa cita-citanya.

Giliran salah satu siswi yang menyampaikan cita-citanya, saya dibuatnya merinding demi mendengar apa yang diinginkannya. Teman-temannya biasa memanggil siswi itu dengan nama Tinan. Saya biasa memanggilnya Tin Tin.

Apa yang dicita-citakannya?
Dikatakan olehnya," Insya Allah, saya akan menjadi hadidzah, dosen, dan penulis."
Demi mendengar kata "hafidzah" saya merinding. Mulia sekali cita-cita kamu, Tin Tin.

Spiritual Building Training merupakan agenda rutin yang dilaksanakan sekali atau dua kali dalam setahun. Kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan spiritualitas siswa ini termasuk dalam rangkaian Program Sukses Ujian Nasional bagi siswa kelas IX.

Dengan mengikuti kegiatan SBT diharapkan siswa bisa memiliki motivasi untuk menggapai kesuksesan yang berorientasi pada kebahagiaan akhirat.

Kegiatan SBT ini juga menghadirkan orangtua siswa. Materi SBT pun menyangkut perihal pendidilan anak. Dengan demikian diharapkan akan terjadi komunikasi yang jujur dan terbuka antara orang tua dan anak.

Acara SBT biasanya bertabur tangis, baik para siswa maupun orang tua. Mereka digedor kesadarannya untuk menginsyafi kekhilafan dan mengikat janji pada diri sendiri untuk menjadi lebih baik.

Kegiatan yang sangat berkesan ini mestinya bisa terus berlanjut pelaksanaannya. Saya kadang berpikir, saya dulu saat sekolah tidak mendapat pendidikan semacam ini. Sungguh, beruntung sekali mereka --para siswa-- yang bisa mengikuti acara seperti ini.








 



 

Menunggui Siswa Terakhir

Sore kemarin, saya kembali ke sekolah untuk mengambil barang yang ketinggalan. Tiba di sekolah, saya melihat seorang siswa yang duduk di dekat parkiran. Siswa tersebut belum dijemput orang tuanya, pikirku. Padahal, waktu itu sudah pukul 5 sore lebih.

Dan di samping siswa itu duduk menemani seorang guru yang saya ketahui rumahnya cukup jauh, mungkin sekitar 45 menit perjalanan. Kemudian, setelah siswa itu dijemput, guru yang menemani tadi pun pulang. Ia pastilah sampai rumah pukul 6 sore.

Pernah pula, saya menemani siswa yang belum dijemput sampai pukul 17.30. Untungnya rumah saya dekat, cuma 15 menit perjalanan.

Begitulah, ada tanggung jawab guru untuk memastikan semua siswa sudah pulang. Memang, sebagian siswa pulang-pergi ke sekolah dengan diantar-jemput orang tuanya. Terkadang, ada orang tua yang memiliki kesibukan sehingga menjemput anaknya lebih sore.

Ada juga teman saya --seorang guru-- yang karena taksabar menemani siswa yang sudah lama menunggu jemputan, akhirnya mengantarkan siswa itu pulang ke rumahnya.

Untuk melaksanakan program tersebut --menemani siswa sampai pulang semua-- dibuatlah jadwal piket bagi guru. Dengan begitu harapannya pihak sekolah bisa memastikan bahwa semua siswanya sudah pulang atau dijemput.