Pages

July 1, 2016

Tips Menjadi Pelajar Sukses (#1)


Siapa yang tidak ingin sukses? Semua orang pasti ingin sukses. Begitu juga seorang pelajar pasti ingin sukses dalam menempuh pendidikannya. Semua pelajar ingin sukses, namun hanya sedikit yang mau mengusahakannya dengan sungguh-sungguh. Atau mereka sudah bersungguh-sungguh, namun tidak bisa menerapkan langkah-langkah praktis untuk menggapai kesuksesan tersebut.

Berikut ini beberapa tips dari Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad bin Abdullah As-Sadhan dalam kitabnya Ma’alim fi Thariq Thalab Al-Ilmi agar seorang pelajar agar dapat maksimal dalam mengambil faedah (manfaat) dari majelis ilmu (kegiatan belajar mengajar). Berikut ini penjelasannya secara ringkas hal-hal yang perlu diperhatikan agar menjadi pelajar yang sukses.

1. Niat yang Ikhlas

Hendaknya seorang pelajar memiliki niat yang ikhlas dalam belajar. Khathib Al-Baghdadi memberikan nasehat, “Aku memberikan wasiat kepadamu, wahai penuntut ilmu, agar engkau mengikhlaskan niat dalam mencari ilmu. Dan agar engkau berusaha sekuat tenaga untuk mengamalkannya.”

Hindarilah niat belajar yang hanya untuk mendapatkan nilai, mendapatkan pengakuan sebagai pelajar pintar, atau hanya berniat menghabiskan waktu dan bermain-main saja di sekolah. Sungguh, keikhlasan niat dan kesungguhan usaha seorang pelajar akan menghantarkannya pada kemudahan dalam memahami ilmu.

Mari kita cermati firman Allah dalam Surat Al-Ankabut ayat 69 ini, “Dan orang-orang yang berjihad (bersungguh-sungguh) untuk [mencari keridhaan] Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang-orang yang berbuat baik."

 
2. Antusias untuk Mengikuti Pelajaran

Seorang pelajar hendaknya selalu antusias untuk mengikuti pelajaran. Janganlah bermalas-malasan untuk berangkat sekolah. Buang jauh-jauh sifat bosan, jemu, dan lalai. Berusahalah untuk selalu mengikuti pelajaran kecuali ada hal yang penting dan tidak bisa ditinggalkan, misalnya sakit parah, musibah yang menimpa keluarga, dan lain-lain.

Ilmu tidak didapatkan seperti harta warisan, tetapi ilmu didapatkan dengan kesungguhan dan kesabaran.

Kita bisa mencontoh Ibrahim Al-Harbi yang tidak pernah absen dalam mengikuti pelajaran. Seorang sahabatnya berkata tentang Ibrahim Al-Harbi, “Aku tidak pernah kehilangan Ibrahim Al-Harbi dalam majelis pelajaran nahwu atau bahasa selama lima puluh tahun.”
Perhatikanlah! selama lima puluh tahun Ibrahim Al-Harbi mengikuti pelajaran nahwu atau bahasa hingga akhirnya ia menjadi seorang ahli nahwu yang memiliki banyak murid.

Seorang ulama lain mengatakan, “Aku mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh Al-Hasan selama tujuh tahun, aku tidak pernah bolos meskipun sehari. Walaupun sedang berpuasa, aku tetap menghadirinya.”


3. Bersegera dalam Menghadiri Pelajaran
 

Hendaknya seorang pelajar tidak terlambat dalam mengikuti pelajaran. Usahakan datang di awal waktu sebelum guru datang. Dengan begitu, ia akan bisa mempersiapkan diri dan perlengkapan untuk menyambut pelajaran yang akan diberikan oleh guru.

Seorang pelajar yang terlambat, perasaannya tidak akan tenang. Ia tidak memiliki kesiapan yang cukup untuk mengikuti pelajaran. Bahkan mungkin ada perlengkapannya yang tertinggal.

Seorang ulama besar, Asy-Sya’bi pernah ditanya bagaimana ia memeroleh semua ilmunya. Ia menjawab, “Dengan kemauan untuk mencari dan mendatangi majelis-majelis di berbagai negeri, sabar menjalani pembelajaran sebagaimana sabarnya keledai, dan bersegera seperti bersegeranya burung gagak.” Maksudnya, ia bersegera untuk mengikuti pelajaran.


4. Mencari Tahu Pelajaran yang Tertinggal

Adakalanya seorang pelajar berhalangan hadir atau ada kepentingan yang tidak bisa ditinggalkan sehingga tidak bisa mengikuti pelajaran. Setelah keadaan pelajar tersebut kembali sedia kala, hendaknya ia aktif mencari tahu pelajaran yang tertinggal dengan bertanya kepada teman-temannya atau kepada gurunya. Jika ia malas mencari tahu, ia akan tertinggal beberapa bagian ilmu yang bisa jadi sangat penting dalam memahami ilmu selanjutnya.

Dalam hal mencari tahu pelajaran yang tertinggal, ada teladan yang sangat baik dari Umar bin Khathab dan tetangganya dari kaum Anshar. Umar bin Khathab berkata, “Dahulu aku dan tetanggaku dari Anshar, kami saling bergantian dalam menghadiri majelis Rasulullah, adakalanya satu hari dia yang turun kemudian satu hari berikutnya aku yang turun, apabila aku yang turun maka sekembalinya aku dari majelis tersebut aku menceritakan kepada tetanggaku tentang wahyu yang turun atau hal yang lainnya pada hari tersebut, apabila yang turun tetanggaku maka ia pun melakukan seperti apa yang aku lakuakan.”

Maksudnya, Umar bin Khathab selama satu hari disibukkan dengan berdagang dan pekerjaan duniawi kemudian tetangganya pada hari tersebut turun untuk menghadiri majelis ilmu Rasulullah. Kemudian, pada hari berikutnya giliran Umar bin Khathab yang mencari ilmu sedangkan tetangganya orang Anshar yang berdagang dan melakukan pekerjaan duniawinya.



----------------------------------------------------------------------
Bersambung ke Tips Menjadi Pelajar Sukses (#2)

***
(Sukoharjo, 2 Juli 2016)




February 20, 2016

Menyampuli Hati



Suatu pagi yang syahdu --halah--, saya masuk ke kelas VIII putri. Saya tenteng 1 boxset buku cerita karya Roald Dahl. Satu box itu berisi belasan buku. Di dalam kelas, perhatian para siswi langsung tertuju pada buku itu. "Itu buku apa, Pak?" riuh tanya mereka.

Setelah beruluk salam dan basa-basi, "Apakah sehat semua hari ini? Siapa yang belum mandi tadi pagi?", saya menjelaskan ihwal buku yang saya bawa.

"Mulai hari ini," kata saya, "setiap pelajaran Bahasa Indonesia, Pak Guru memberi kalian waktu sepuluh menit untuk membaca buku. Bukunya bebas, selain buku pelajaran."

"Yeeeyy...," teriak sebagian siswi. Maksud saya "teriak" di sini memang benar-benar teriak. Mungkin jika ada cermin di kelas bakalan pecah kena gelombang suara teriakan itu. : D

Pertemuan sebelumnya, saya sudah memberitahukan kepada mereka agar membawa buku yang belum selesai dibaca, jika punya. Sebagian siswi membawa, sebagian besar yang lain tidak membawa.

"Ini Pak Guru bawakan beberapa buku. Kalian juga boleh membawa buku dari rumah kalau punya. Kalau tidak punya, ya beli. Sekali-kali jajan buku gitu, lho."

Saya mengeluarkan buku-buku itu dari boxset sambil menjelaslan secara singkat tentang buku itu. Warna sampulnya yang mencolok memang menarik mata.

"Sebagian belum Pak Guru sampuli," lanjut saya. "Sambil kalian membaca, Pak Guru akan menyampuli sebagian buku ini."

Saya bagikan buku-buku itu kepada siawi yang tidak membawa buku dari rumah.

"Saya malas membaca, Pak," kata seorang siswi.
"Tetap harus membaca, ya. Ya, sudah, buat kamu buku ini saja. Bukunya tipis dan banyak gambar ilustrasinya," kata saya sambil menyerahkan buku yang tebalnya tak sampai seratus halaman.

Lalu, seisi kelas berasyik masyuk dengan buku di tangan. Saya dengan santai menyampuli buku.

Sambil menyampuli buku, dengan suara yang tidak keras saya berkata, "Buku itu harus disampuli agar awet, terjaga, tidak mudah kotor. Begitu juga dengan hati, juga harus disampuli agar terjaga, tidak mudah tergoda, tidak kotor atau malah retak. Makanya hati harus disampuli, dijaga baik-baik."

Seisi kelas pun tertawa. Sebagian yang malu-malu hanya tersenyum saja. Padahal, saya kan sedang tidak melucu.






January 10, 2016

Pendidikan Anak: Mengejar Kebahagiaan Akhirat Tanpa Melupakan Kenikmatan Dunia


Ustadz Nurhadi dalam kegiatan Parenting di SMPIT Mutiara Insan Sukoharjo, menyampaikan bahwa anak bisa mengajak orang tuanya masuk ke surga. Namun, anak juga bisa menyeret orang tuanya ke neraka. Oleh karena itu, orang tua harus mendidik anaknya dengan baik dan harus berorientasi akhirat.

Prinsipnya yaitu, "Mengejar kebahagiaan akhirat, dengan tidak melupakan kenikmatan dunia". Ustadz Nurhadi mempraktikkan prinsip tersebut. Anak-anaknya diarahkan untuk menghafal Al-Quran sejak kecil. Anaknya yang masih SD juga mulai menghafal Al-Quran.

Anak pertama beliau studi di Mesir. Anak kedua beliau akan berangkat ke Turki. Selain itu, kedua anaknya juga diajari untuk berwirausaha. Kedua anaknya itu berangkat ke luar negeri dengan biaya sendiri. Anak pertamanya pernah melakukan umrah dengan biaya sendiri.

Ustadz Nurhadi juga menyampaikan agar para orangtua mengedepankan kelembutan dan kesabaran dalam mendidik anak. Selain itu, anak hendaknya dijauhkan dari pengaruh buruk televisi.

Kegiatan Parenting yang diikuti oleh orangtua/wali siswa SMPIT Mutiara Insan Sukoharjo ini dilaksanakan pada hari yang sama saat Penerimaab Hasil Belajar Siswa semester 1.

Orangtua bisa mengambil banyak manfaat dari kegiatan semacam ini. Mendidik anak memang membutuhkan ilmu. Juga memerlukan inspirasi dan motivasi, khususnya agar berorientasi ada akhirat.

Dengan diselenggarakannya kegiatan seperti ini, saya kadang berpikir: biaya pendidikan di SMPIT begitu murah karena dalam pelaksanaan kegiatan semacam ini, orangtua tidak dimintai dana lagi.




***
(Sukoharjo, 10 Januari 2016)




 




January 9, 2016

Saya Merinding Mendengarnya


Pada sesi akhir SBT (Spiritual Building Training) di SMPIT Mutiaran Insan Sukoharjo tadi malam, trainer meminta para siswa berdiri satu per satu, menyebutkan nama lengkap bin/binti nama orang tua dan mengatakan apa cita-citanya.

Giliran salah satu siswi yang menyampaikan cita-citanya, saya dibuatnya merinding demi mendengar apa yang diinginkannya. Teman-temannya biasa memanggil siswi itu dengan nama Tinan. Saya biasa memanggilnya Tin Tin.

Apa yang dicita-citakannya?
Dikatakan olehnya," Insya Allah, saya akan menjadi hadidzah, dosen, dan penulis."
Demi mendengar kata "hafidzah" saya merinding. Mulia sekali cita-cita kamu, Tin Tin.

Spiritual Building Training merupakan agenda rutin yang dilaksanakan sekali atau dua kali dalam setahun. Kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan spiritualitas siswa ini termasuk dalam rangkaian Program Sukses Ujian Nasional bagi siswa kelas IX.

Dengan mengikuti kegiatan SBT diharapkan siswa bisa memiliki motivasi untuk menggapai kesuksesan yang berorientasi pada kebahagiaan akhirat.

Kegiatan SBT ini juga menghadirkan orangtua siswa. Materi SBT pun menyangkut perihal pendidilan anak. Dengan demikian diharapkan akan terjadi komunikasi yang jujur dan terbuka antara orang tua dan anak.

Acara SBT biasanya bertabur tangis, baik para siswa maupun orang tua. Mereka digedor kesadarannya untuk menginsyafi kekhilafan dan mengikat janji pada diri sendiri untuk menjadi lebih baik.

Kegiatan yang sangat berkesan ini mestinya bisa terus berlanjut pelaksanaannya. Saya kadang berpikir, saya dulu saat sekolah tidak mendapat pendidikan semacam ini. Sungguh, beruntung sekali mereka --para siswa-- yang bisa mengikuti acara seperti ini.








 



 

Menunggui Siswa Terakhir

Sore kemarin, saya kembali ke sekolah untuk mengambil barang yang ketinggalan. Tiba di sekolah, saya melihat seorang siswa yang duduk di dekat parkiran. Siswa tersebut belum dijemput orang tuanya, pikirku. Padahal, waktu itu sudah pukul 5 sore lebih.

Dan di samping siswa itu duduk menemani seorang guru yang saya ketahui rumahnya cukup jauh, mungkin sekitar 45 menit perjalanan. Kemudian, setelah siswa itu dijemput, guru yang menemani tadi pun pulang. Ia pastilah sampai rumah pukul 6 sore.

Pernah pula, saya menemani siswa yang belum dijemput sampai pukul 17.30. Untungnya rumah saya dekat, cuma 15 menit perjalanan.

Begitulah, ada tanggung jawab guru untuk memastikan semua siswa sudah pulang. Memang, sebagian siswa pulang-pergi ke sekolah dengan diantar-jemput orang tuanya. Terkadang, ada orang tua yang memiliki kesibukan sehingga menjemput anaknya lebih sore.

Ada juga teman saya --seorang guru-- yang karena taksabar menemani siswa yang sudah lama menunggu jemputan, akhirnya mengantarkan siswa itu pulang ke rumahnya.

Untuk melaksanakan program tersebut --menemani siswa sampai pulang semua-- dibuatlah jadwal piket bagi guru. Dengan begitu harapannya pihak sekolah bisa memastikan bahwa semua siswanya sudah pulang atau dijemput.