Pages

March 28, 2012

Quantum Learning

Belajar merupakan hal yang membosankan. Pendapat itu banyak terdapat pada pelajar saat ini. Belajar harus serius, belajar membuat ngantuk, belajar tidak menyenangkan, dll. 
Semua anggapan itu perlu kita singkirkan jauh-jauh dari pikiran kita. Karena belajar tidak selamanya membosannya, belajar tidak selamanya membuat ngantuk, dll. 
Saat ini ada berbagai metode yang dapat digunakan dalam kita melakukan proses belajar, agar apa yang kita pelajari itu dapat kita fahami dengan sebaik mungkin. 

Banyak metode yang bermunculan saat ini, guna meningkatkan minat belajar masyarakat pada umumnya, dan siswa pada khususnya. Metode-metode tersebut antara lain: aktif learning, kooperatif learning, quantum learning, dll. Dari masing-masing metode tersebut memiliki ciri khas tersendiri dalam menyukseskan proses belajar kita. Dalam makalah ini akan membahas metode pembelajaran quantum learning

Dalam hal ini, kita akan menemukan bagaimana menemukan metode “belajar” yang tepat, efektif, dan menghasilkan semaam kemampuan-diri yang berlipat-lipat. Hal lain dari metode ini adalah kepraktisannya. Kita akan tahu lingkungan yang seperti apa yang tepat untuk kita belajar, iringan music yang dapat meningkatkan konsentrasi, dan hal-hal lain yang dapat meningkatkan minat belajar kita. Tidak sebatas minat, tetapi juga hasil yang maksimal dari proses belajar tersebut.

 
PEMBAHASAN
1. Pengertian Quantum Learning
Quantum learning adalah seperangkat metode dan falsafah belajar yang terbukti efektif untuk semua umur, maksudnya quantum learning ini merupakan metode pembalajaran yang menggabungkan lingkungan (positif, aman, mendukung, santai, penjelajahan, menggembirakan), fisik (gerakan, terobosan, perubahan keadaan, permainan-permainan, fisiologi, estafet, partisipasi), dan suasana (nyaman, cukup penerangan, enak dipandang, dan ada musiknya). 

Misalkan dalam quantum learning tersebut ada pembelajaran yang disebut SuperCamp. SuperCamp merupakan learning forum, yaitu menggabungkan rasa percaya diri, keterampilan belajar, dan keterampilan berkomunikasi dalam lingkungan yang menyenangkan. Di SuperCamp, semua kurikulum secara harmonis merupakan kombinasi dari tiga unsure: keterampilan akademis, prestasi fisik, dan keterampilan dalam hidup. Yang mendasari kurikulum ini adalah filsafat dasar. 

"Kami yakin bahwa, agar efektif, belajar dapat dan harus menyenangkan. Kami nyakin bahwa belajar adalah kegiatan seumur hidup yang dapat dilakukan dengan menyenangkan dan berhasil. Kami yakin behwa seluruh pribadi adlah penting, akal, fisik dan emosi. Dan kami yakin bahwa kehormatan dari yang tinggi adalah material penting dalam membentuk pelajar yang sehat dan bahagia."

Quantum learning berakar dari upaya Dr. georgi Lozanov, seoran gpendidik berkebangsaan Bulgaria yang bereksperimen dengan apa yang disebutkan sebagai “suggestology” . prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detail apa pun memberikan sugesti positif ataupun negatif. 

Beberapa teknik yang digunakannya untuk memebrikan sugesti positif adalah mendudukkan murid secara nyaman, memasang music latar di dalam kelas, meningkatkan partisipasi individu, menggunakan poster-poster untuk memberi kesan besar sambil menonjolkan informasi, dan menyediakan guru-guru yang terlatik baik dalam seni mengajaran sugestif. 

Quantum learning mencakup aspek-aspek penting dalam program neurolinguistik (NLP), yaitu suatu penelitian tentang bagaimana otak mengatur informasi. Program ini meneliti hubungan antara bahasa dan perilaku dan dapat digunakan untuk menciptakan jalinan pengertian antara siswa dan guru. Para pendidik dengna pengetahuan NLP mengetahui bagaimana menggunakan bahasa yang positif untuk meningkatkan tindakan-tindakan positif, factor penting untk merangsang fungsi otak yang paling efektif. Semua ini dapat pula menunjukkan dan menciptakan gaya belajar terbaik dari setiap orang, dan menciptakan “pegangan” dari saat-saat keberhasilan yang menyakinkan. Jadi, quantum learning sebagai “interaksi-interaksi yang mengubah energy menjadi cahaya”

2. Metode Quantum Learning
Metode yang diterapkan dalam quantum learning antara lain:
a. Menata Pentas: Lingkungan Belajar yang Tepat
Ciptakan lingkuangan yang optimal, baik secara fisik maupun mental. Bagi quantum, factor-faktor lingkunagn sama dengan penataan yang dilakukan oelah kru panggung. Cara menata perabotan, music yang dipasang, penataan cahaya, dan lain-lain. Jika ditata dengan baik, lingkungan belajar dapat menjadi sarana yang bernilai dalam membangun dan mempertahankan sikap positif. Dengan mengatur lingkungan belajar, hal itu merupakan langkah pertama yang efektif untuk mengatru pengalaman belajar secara keseluruhan. 

Untuk menata atau mengatur lingkungan belajar yang ideal, antara lain:
  1. Lingkungan mikro: tempat untuk bekerja atau berkreasi. Dalam hal ini, Anda akan belajar tentang cara menerima, menyerap, dan mengolah informasi yaitu gaya belajar setiap orang. Hal lain dari gaya belajar ini adalah bagaimana cahaya, music, dan desain ruangan mempengaruhi proses belajar. Tujuannya adalah untuk menciptakan suasana yang menimbulkan kenyamanan dan rasa santai karena dalam keadaan santai inilah settaipa orang dapat berkonsentrasi dengan sangat baik dan mampu belajar dengan sangat mudah. Otot-otot yang tegang akan mengalihkan aliran darah dan juga perhatian orang yang melakukan proses belajar tersebut. Keadaan pikiran yang ideal untuk belajra secara optimal diciptakan ketika Anda mau memperluas zona keamanan dan mencoba hal baru. Pikirkan suatu suasana di mana Anda dapat berkonsentrasi dengan mudah.  
  2. Iringan music: kunci menuju quantum learning. Alasan kenapa music sangat penting untuk lingkungan Quantum Learning adalah karena music sebenarnya berhubungan dan mempengaruhi kondisi fisiologis seseorang. Selama melakukan pekerjaan menta yang berat, tekanan darah dan denyut jantung meningkat,d an otot-otot menjadi tegang. Selama relaksasi dan meditasi, denyut jantung dan tekanan darah menurun, dan otot-otot mengendur. Dengan menggunakan music yang khusus, seseorang dapat mengerjakan pekerjaan sambil tetap relaks dan berkonsentrasi. 
  3. Ikuti tanda-tanda positif: “Pemacu Semangat”, sertifikat dan pengahragaan yang telah diterima, dukungan “Saat Puncak”, catatan, hadiah, kartu penghargaan diri, dll. Kalimat-kalimat positif yang tergantung di dinding menjadi pengingat abadi akan potensi dna kelebihan Anda. Contoh: “Apa pun yang dapt Anda lakukan atau ingin Anda lakukan, mulailah. Keberanian memiliki kecerdasa, kekuatan, dan keajaiban di dalamnya.” Adalah sangat berpengaruh menggantungkan foto-foto atau kenagan saat-saat puncak Anda, begitu juga penghargaan dan catatan penghargaan.
  4. Lingkunagn makro: dunia yang luas. Maksudnya, ketika kita telah memiliki lingkungan belajar yang nyaman, maka kita telah memiliki lingkar yang kuat dalam memperluas zona belajar menuju lingkungan makro/dunia luar. Tingkat partisipasi di dunia sesungguhna dapat menentukan kemampuan untuk belajar dengan kemudahan. Semakin banyak berinteraksi dengan lingkungan, semakin mahir mengatasi situasi-situasi yang menantang dan semakin mudah mempelajari informasi baru. 

b. Memupuk sikap juara: apa yang akan Anda lakukan jika Anda tahu Anda tak mungkin gagal?

Berpikir seperti seorang juara membuat Anda menjadi juara. Itulah pentingnya mengetahuai bagaimana memupuk sikap juara. Sikap positf seperti itulah yang merupakan aset terpenting dalam proses belajar. Pastikan untuk mempunyai sikap posifit, dan segalanya akan segera berubah. 

c. Menemukan gaya belajar
Cara belajar Anda adalah kombinasi dari bagaimana Anda menyerap,lalu mengatur, dan mengolah informasi.

d. Teknik mencatat
Kiat-kiat membuat catatan:
  1. Mendengarkan dengan seksama/aktif
  2. Memperhatikan secara aktif
  3. Partisipasi
  4. Tinjauan awal
  5. Membuat yang auditorial menjadi visual
  6. Membuat pengulangan itu mudah
 Menggunakan peta pikiran juga bisa digunakan dalam teknik mencatat. Manfaat yang dari peta pikiran ini adalah:
  1. Fleksibel 
  2. Dapat memusatkan perhatian
  3. Meningkatkan pemahaman 
  4. Menyenangkan

Catatan TS: kependekan dari catatan Tulis dan Susun. Ciri yang paling penting dari system ini adalah catatan ini memudahkan untuk mencatat pemikiran dan kesimpulan pribadi bersama-sama dengan bagian-bagian kunci pembicaraan atau materi bacaan. Catata TS adalah cara menerapkan pikiransadar ataupun bawah sadar Anda terhadap materi yang sama dengan cara sadar. 


Kesimpulan
Quantum learning adalah seperangkat metode dan falsafah belajar yang terbukti efektif untuk semua umur, maksudnya quantum learning ini merupakan metode pembalajaran yang menggabungkan lingkungan (positif, aman, mendukung, santai, penjelajahan, menggembirakan), fisik (gerakan, terobosan, perubahan keadaan, permainan-permainan, fisiologi, estafet, partisipasi), dan suasana (nyaman, cukup penerangan, enak dipandang, dan ada musiknya).
 


DAFTAR PUSTAKA
Bobbi De Porter & Mike Hernacki. 2001. Quantum Learning. Bandung: Kaifa

Telaah Buku Teks

Buku teks merupakan salah satu jenis buku pendidikan. Buku teks adalah buku yang berisi uraian bahan tentang mata pelajaran atau bidang studi tertentu, yang disusun secara sistematis dan telah diseleksi berdasarkan tujuan tertentu, orientasi pembelajaran, dan perkembangan siswa, untuk diasimilasikan.

Rumusan senada juga disampaikan oleh A.J. Loveridge (terjemahan Hasan Amin), sebagai berikut : “Buku teks adalah buku sekolah yang memuat bahan yang telah diseleksi mengenai bidang studi tertentu, dalam bentuk tertulis yang memenuhi syarat tertentu dalam kegiatan belajar mengajar, disusun secara sistematis untuk diasimilasikan.”

Buku teks adalah alat bantu siswa untuk memahami dan belajar dari hal-hal yang dibaca dan untuk memahami dunia (di luar dirinya). Buku teks memiliki kekuatan yang luar biasa besar terhadap perubahan otak siswa. Buku teks dapat mempengaruhi pengetahuan anak dan nilai-nilai tertentu.

Direktorat Pendidikan Menengah Umum (2004: 3) menyebutkan bahwa buku teks atau buku pelajaran adalah sekumpulan tulisan yang dibuat secara sistematis berisi tentang suatu materi pelajaran tertentu, yang disiapkan oleh pengarangnya dengan menggunakan acuan kurikulum yang berlaku.

Buku teks memiliki kekuatan yang luar biasa besar terhadap perubahan otak siswa. Buku teks dapat mempengaruhi pengetahuan anak dan nilai-nilai tertentu.

Rumusan Masalah
  1. Apa Itu Buku Teks? 
  2. Apa saja Manfaat Buku Teks Bagi Siswa dan Guru?
  3. Apakah Buku Teks Berpengaruh Bagi Siswa?
Tujuan
  1. Untuk Mengetahui Lebih Jauh Tentang Buku Teks 
  2. Untuk Mengetahui Manfaat Buku Teks Guru 
  3. Untuk Melihat Pengaruh Buku Teks Bagi Siswa 
  

PEMBAHASAN
Apa Itu Buku Teks

Seperti yang disebutkan di atas, buku teks merupakan salah satu jenis buku pendidikan. Buku teks adalah buku yang berisi uraian bahan tentang mata pelajaran atau bidang studi tertentu, yang disusun secara sistematis dan telah diseleksi berdasarkan tujuan tertentu, orientasi pembelajaran, dan perkembangan siswa, untuk diasimilasikan.

Sebagai buku pendidikan, buku teks memainkan peranan penting dalam pembelajaran. Dengan buku teks, program pembelajaran bisa dilaksanakan secara lebih teratur, sebab guru sebagai pelaksana pendidikan akan memperoleh pedoman materi yang jelas.

Buku teks merupakan buku standar yang disusun oleh pakar dalam bidangnya, biasa dilengkapi sarana pembelajaran (seperti pita rekaman), dan digunakan sebagai penunjang program pembelajaran.

Ciri penanda buku teks sebagai berikut :
  1. Buku teks merupakan buku sekolah yang ditujukan bagis siswa pada jenjang pendidikan tertentu. 
  2. Buku teks berisi bahan yang telah terseleksi.
  3. Buku teks selalu berkaitan dengan bidang studi atau mata pelajaran tertentu
  4. Buku teks biasanya disusun oleh para pakar di bidangnya
  5. Buku teks ditulis untuk tujuan instruksional tertentu.
  6. Buku teks biasanya dilengkapi dengan sarana pembelajaran.
  7. Buku teks disusun secara sistematis mengikuti strategi pembelajaran tertentu.
  8. Buku teks untuk diasmilasikan dalam pembelajaran.
  9. Buku teks disusun untuk menunjang program pembelajaran.

Dari butir-butir indikator tesebut, buku teks mempunyai ciri tersendiri bila disbanding dengan buku pendidikan lainnya, baik dilihat dari segi isi, tataan, maupun fungsinya. 
 
Dilihat dari segi isinya, buku teks merupakan buku yang berisi uraian bahan ajar bidang tertentu, untuk jenjang pendidikan tertentu, dan pada kurun ajaran tertentu pula.

Dilihat dari segi tataanya, buku teks merupakan sajian bahan ajar yang mempertimbangkan faktor :
  1. tujuan pembelajaran, 
  2. kurikulum dan struktur program pendidikan, 
  3. tingkat perkembangan siswa sasaran, 
  4. kondisi dan fasilitas sekolah, dan 
  5. kondisi guru pemakai.
Manfaat Buku Teks Bagi Guru
Dengan buku teks, program pembelajaran bisa dilaksanakan secara lebih teratur, sebab guru sebagai pelaksana pendidikan akan memperoleh pedoman materi yang jelas. Selain mempunyai fungsi umum sebagai sosok buku, buku teks memupunyai fungsi sebagai:
  1. sarana pengembang bahan dan program dalam kurikulum pendidikan, 
  2. sarana pemerlancar tugas akademik guru, 
  3. sarana pemerlancar ketercapaian tujuan pembelajaran, dan 
  4. sarana pemerlancar efisiensi dan efektivitas kegiatan pembelajaran.
Sementara itu, Hubert dan Harl menyoroti nilai lebih buku teks bagi guru sebagai berikut.
  1. Buku teks memuat persediaan materi bahan ajar yang memudahkan guru merencanakan jangkauan bahan ajar yang akan disajikannya pada satuan jadwal pengajaran (mingguan, bulanan, caturwulanan, semesteran). 
  2. Buku teks memuat masalah-masalah terpenting dari satu bidang studi.
  3. Buku teks banyak memuat alat bantu pengajaran, misalnya gambar, skema, diagram, dan peta.
  4. Buku teks merupakan rekaman yang permanen yang memudahkan untuk mengadakan review di kemudian hari.
  5. Buku teks memuat bahan ajar yang seragam, yang dibutuhkan untuk kesamaan evaluasi, dan juga kelancaran diskusi.
  6. Buku teks memungkinkan siswa belajar di rumah.
  7. Buku teks memuat bahan ajar yang relatif telah tertata menurut sistem dan logika tertentu.
  8. Buku teks membebaskan guru dari kesibukan mencari bahan ajar sendiri sehingga sebagian waktunya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lain.
Sebagai seorang guru, kita juga harus pandai dalam memilih buku teks yang baik. Geene dan Pety (dalam Tarigan, 1986: 21) menyodorkan sepuluh kategori yang harus dipenuhi buku teks yang berkualitas. Sepuluh kategori tersebut sebagai berikut.
  1. Buku teks haruslah menarik minat siswa yang mempergunakannya. 
  2. Buku teks haruslah mampu memberikan motivasi kepada para siswa yang memakainya.
  3. Buku teks haruslah memuat ilustrasi yang menarik siswa yang memanfaatkannya.
  4. Buku teks seyogyanya mempertimbangkan aspek-aspek linguistik sehingga sesuai dengan kemampuan para siswa yang memakainya.
  5. Isi buku teks haruslah berhubungan erat dengan pelajaran-pelajaran lainnya, lebih baik lagi kalau dapat menunjangnya dengan terencana sehingga semuanya merupakan suatu kebulatan yang utuh dan terpadu.
  6. Buku teks haruslah dapat menstimuli, merangsang aktivitas-aktivitas pribadi para siswa yang mempergunaknnya.
  7. Buku teks haruslah dengan sadar dan tegas menghindar dari konsep-konsep yang samar-samar dan tidak biasa, agar tidak embuat bingung siswa yang memakainya. 
  8. Buku teks haruslah mempunyai sudut pandang atau ”point of view” yang jelas dan tegas sehingga ada akhirnya juga menjadi sudut pandang para pemakainya yang setia. 
  9. Buku teks haruslah mamu memberi pemantapan, penekanan pada nilai-nilai anak dan orang dewasa. 
  10. Buku teks haruslah dapat menghargai perbedaan-perbedaan pribadi para pemakainya.
Schorling dan Batchelder (1956) memberikan empat ciri buku teks yang baik, yaitu :
  1. direkomendasikan oleh guru-guru yang berpengalaman sebagai buku teks yang baik, 
  2. bahan ajarnya sesuai dengan tujuan pendidikan, kebutuhan siswa, dan kebutuhan masyarakat, 
  3. cukup banyak memuat teks bacaan, bahan drill dan latihan/tugas, dan 
  4. memuat ilustrasi yang membantu siswa belajar.
Pengaruh Buku Teks Bagi Siswa
Buku teks akan berpengaruh terhadap kepribadiannya, walaupun pengaruh itu tidak sama antara siswa satu dengan lainnya. Dengan membaca buku teks, siswa akan dapat terdorong untuk berpikir dan berbuat yang positif, misalnya memecahkan masalah yang dilontarkan dalam buku teks, mengadakan pengamatan yang disarankan dalam buku teks, atau melakukan pelatihan yang diinstruksikan dalam buku teks.

Dengan adanya dorongan yang konstruktif tersebut, maka dorongan atau motif-motif yang tidak baik atau destruktif akan terkurangi atau terhalangi. Pengaruh buku teks terhadap anak bisa dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) dapat mendorong perkembangan yang baik dan (2) menghalangi perkembangan yang tidak baik.

Buku teks merupakan pembimbing dan penunjang dalam mengajar. Bagi murid, buku teks bertugas sebagai dasar untuk belajar sistematis, untuk memperteguh, mengulang, dan untuk mengikuti pelajaran lanjutan.

Buku teks dapat dipandang sebagai simpanan pengetahuan tentang berbagai segi kehidupan. Karena sudah dipersiapkan dari segi kelengkapan dan penyajiannya, buku teks itu memberikan fasilitas bagi kegiatan.

Penggunaan buku teks merupakan bagian dari upaya pencipataan “budaya buku” bagi siswa, yang menjadi salah satu indikator dari masyarakat yang maju.

Buku teks berperan secara maknawi dalam prestasi belajar siswa. Laporan World Bank (1995) mengenai Indonesia, misalnya, ditunjukkan bahwa tingkat kepemilikan siswa akan buku dan fasilitas lain berkorelasi positif dengan prestasi belajar siswa. Di Filipina, peningkatan rasio kepemilikan buku siswa dari 1 : 10 menjadi 1 : 2 di kelas 1 dan 2 secara signifikan meningkatkan hasil belajar siswa (World Bank, 1995).  
 
 
PENUTUP
Simpulan
Buku teks merupakan salah satu jenis buku pendidikan. Buku teks adalah buku yang berisi uraian bahan tentang mata pelajaran atau bidang studi tertentu, yang disusun secara sistematis dan telah diseleksi berdasarkan tujuan tertentu, orientasi pembelajaran, dan perkembangan siswa, untuk diasimilasikan.
 
Sebagai buku pendidikan, buku teks memainkan peranan penting dalam pembelajaran. Dengan buku teks, program pembelajaran bisa dilaksanakan secara lebih teratur, sebab guru sebagai pelaksana pendidikan akan memperoleh pedoman materi yang jelas.
Dengan buku teks, program pembelajaran bisa dilaksanakan secara lebih teratur, sebab guru sebagai pelaksana pendidikan akan memperoleh pedoman materi yang jelas. Dengan membaca buku teks, siswa akan dapat terdorong untuk berpikir dan berbuat yang positif, misalnya memecahkan masalah yang dilontarkan dalam buku teks. 

Saran
Sebagai seorang guru hendaknya kita pandai dalam memilih buku teks yang berkualitas. Di atas ada disebutkan cara memilih buku teks yang berkualitas, ada baiknya jika kita mencoba cara itu.
 
 
Sumber: http://arifsunarya.wordpress.com

March 20, 2012

Plagiarisme: Ada yang Salah dengan Sistem Pendidikan di Perguruan Tinggi

Dalam tayangan sebuah acara di televisi dikisahkan seorang mahasiswa di Jakarta yang menggunakan jasa pembuatan skripsi. Mahasiswa tersebut menyusun skripsi dengan sepenuhnya dibantu (dibuatkan) oleh orang lain. Biaya yang dikeluarkan untuk membuat satu buah skripsi berkisar antara dua sampai lima juta rupiah. Dan jasa pembuatan skripsi tersebut bertempat tidak jauh dari kampusnya. Dengan berkedok sebagai rental komputer dan fotokopi, berjalanlah usaha jasa pembuatan skripsi tersebut.

Jika ada mahasiswa yang terbukti melakukan plagiarisme, maka siapa yang patut disalahkan?

Pertama-tama orang akan mencap mahasiswa tersebut sebagai mahasiswa yang tidak bertanggung jawab, mahasiswa pemalas, atau cap negatif lainnya. Begitupun dosen pembimbing atau pihak universitas akan memberi hukuman bagi mahasiswa yang terbukti melakukan plagiarisme. Salah satu hukuman itu berupa pembatalan hasil tugas akhir atau mahasiswa tersebut dikenakan sanksi akademik lainnnya. 
Plagiarisme seakan-akan meruapakan mutlak kesalahan mahasiswa. Maka, untuk mengatasi kejahatan akademik ini, pelaku pendidikan hanya bertindak pada mahasiswa. Akibatnya, sumber-sumber terjadinya plagiarisme yang lain tidak tersentuh dan plagiarisme semakin subur di kalangan akademisi.

Kejahatan plagiarisme di kalangan mahasiswa sebenarnya bukan mutlak kesalahan mahasiswa. Plagiarisme tidak dapat dilakukan begitu saja oleh mahasiswa tanpa ada sebab yang melatarbelakanginya. Mahasiswa yang melakukan plagiarisme, bagi mereka menyusun sebuah tugas akhir adalah tugas yang berat yang mereka anggap tidak akan dapat mereka selesaikan. 
Lalu, apa yang dipelajari oleh mahasiswa selama tiga atau empat tahun masa perkuliahannya? Apakah waktu selama itu tidak cukup untuk mempelajari ilmu pengetahuan bidang tertentu yang akan digunakan dalam penyusunan tugas akhir? Maka, kegagalan mahasiswa dalam penyusunan tugas akhir haruslah kita lihat sebagai sebuah permasalahan dalam rantai pendidikan.

Plagiarisme tidaklah berdiri sendiri. Ibaratnya, plagiarisme adalah suatu penyakit. Bukan sumber penyakitnya, melainkan gejela dari penyakit tersebut. Pelaku pendidikan sebagai “dokter” mestilah mendiagnosis sumber penyakit tersebut dan mengobatinya. Jika sumber penyakitnya ditemukan dan diatasi maka gejala penyakit itu berupa tindakan plagiarisme dengan sendirinya akan hilang.

Ada banyak faktor yang melatarbelakangi adanya kejahatan plagiarisme. Beberapa di antaranya yaitu sulitnya prosedur penyusunan skripsi, terbatasnya waktu, dan kurangnya pemahaman terhadap permasalahan yang diteliti. Ada mahasiswa yang mengeluhkan sulitnya menemui dosen pembimbing untuk konsultasi. Ada juga dosen pembimbing yang perfeksionis yang terlalu menuntut mahasiswa untuk meyusun tugas akhir yang sempurna. Sedangkan bagi mahasiswa tuntutan tersebut terlalu berat. Akibatnya, untuk menghasilkan tugas akhir yang “berbobot” mahasiswa pun melakukan plagiarisme, baik sedikit maupun banyak, atau bahkan seluruh isi tugas akhirnya adalah tiruan atau buatan orang lain.

Meminimalisasi kejahatan plagiarisme tidaklah bisa dilakukan hanya dengan menindak dan menghukum mahasiswa yang melakukan kejahatan tersebut. Tindakan mahasiswa yang melakukan kejahatan intelektual tersebut merupakan salah satu gejala dari sumber penyakit dalam sistem pendidikan di perguruan tinggi. Sumber penyakit tersebut yang harus diobati. Sistem pendidikan yang harus diperbaiki dan dikembangkan. Saya kira, jika sistem pendidikannya baik, maka waktu selama tiga tahun merupakan waktu yang cukup bagi mahasiswa untuk belajar dan akhirnya mereka mampu menyusun tugas akhir dengan baik.

Perbaikan sistem pendidikan ini memang upaya yang tidak mudah. Dibutuhkan biaya, waktu, dan tenaga yang tidak sedikit. Lalu, apa saja yang perlu diperbaiki? Permasalahan tersebut tentunya pihak pelaku pendidikan yang lebih mengetahuinya. Jadi, jangan hanya menyalahkan mahasiswa ketika mereka melakukan kejahatan plagiarisme. Seorang dokter tidak akan menyalahkan pasien atas penyakit yang dideritanya. Seorang dokter akan mendiagnosis penyakitnya dan mengobati si pasien.


Sukrisno
Sukoharjo, 30 Januari 2012 08.00 WIB

Malulah pada Mbah Dauzan

Penglihatannya sudah rabun, fungsi pendengarannya pun juga tidak sempurna. Begitulah lazimnya keadaan seseorang ketika menginjak usia senja. Salah satunya adalah Dauzan Farook. Tapi, ada satu hal yang menarik dari kakek veteran perang kelahiran 21 Januari 1925 ini. 
 
Mbah Dauzan, demikian kebanyakan orang memanggilnya, mendirikan dan mengelola perpustakaan Mabulir dengan uangnya sendiri. Mabulir adalah singkatan dari Majalah dan Buku Keliling Bergilir.

Mbah Dauzan sangat bersemangat menggerakkan masyarakat gemar membaca. Ia merasa prihatin dengan kondisi remaja sekarang. Minat bacanya sangat rendah, cenderung hedonis, dan materialis. Setiap hari Mbah Dauzan berkeliling kota Yogya, keluar masuk gang, rumah penduduk, pesantren, masjid, TPQ, taman bacaan, karang taruna, kelompok bermain, menawari para mahasiswa, ustadz, ibu-ibu, anak-anak, santri, guru, agar mau menerima pinjaman buku koleksi Mabulir secara gratis. Iya, secara gratis. Mbah Dauzan berkeliling dari satu kapung ke kampung lainnya hanya untuk meminjamkan koleksi bukunya agar masyarakat mau membaca.

Apa yang dilakukan oleh Dauzan Farook tersebut patut kita acungi jempol. Bahkan upaya tersebut luar biasa mengingat kondisi masyarakat kita yang semakin menggemari budaya instan, ingin serba cepat. Begitu pun mahasiswa. Budaya serba cepat tersebut kiranya sedikit banyak mulai mendarah daging dalam tubuh mahasiswa. Mahasiswa lebih suka berselancar di dunia maya untuk mencari sebuah materi atau tugas perkuliahan. Bagi mereka, mencari buku di rak-rak perpustakaan untuk kemudian membolak-balik kertas dan menuliskannya adalah satu pekerjaan yang berat. Lebih mudah bagi mereka mengetik kata kunci di mesin pencari internet dan ketemulah apa yang dicari untuk kemudian di-copy-paste. Satu hal yang memprihatinkan dari efek budaya serba cepat ini adalah adanya plagiatisme. Alih-alih mahasiswa bersusah payah menyusun karya ilmiah, mereka main comot hasil tulisan orang lain.

Budaya serba cepat ini sangat kentara kita jumpai pada masa penyusunan skripsi atau tugas akhir. Saat mulai menyusun skripsi mahasiswa berbondong-bondong menyerbu perpustakaan. Mulailah mereka menyusur rak-rak buku, membolak-balik buku, dan membaca hasil-hasil penelitian terdahulu. Mereka membaca karena terpaksa. Tidak ada kerelaan dan kesenangan dalam membaca. Mereka membaca hanya untuk menyelesaikan tugas akhirnya. Dikarenakan mereka jarang membaca sebelumnya, maka hasil tugas akhirnya pun tidak bisa maksimal atau asal-asalan dan bahkan ada tindak plagiat dalam hasil kajiannya. Kegiatan berkunjung ke perpustakaan pun menjadi semacam kegiatan musiman. Ketika musim penyusunan tugas akhir mereka berbondong-bondong menyerbu perpustakaan. Perpustakaan yang biasanya sepi menjadi ramai. Ketika sudah tidak lagi musim penyusunan tugas akhir, perpustakaan sepi lagi.

Aktivitas membaca belum menjadi semacam budaya atau kebiasaan. Membaca belum menjadi kegiatan yang menyenangkan. Di tengah badai teknologi, seakan-akan buku menjadi barang antik yang jarang disentuh. Padahal sebagai akademisi, intelektual muda, calon penerus bangsa, pelopor prubahan atau apapun istilahnya, mahasiswa mestinya memaksakan diri untuk meningkatkan kualitas intelektual mereka. Salah satunya adalah dengan membaca dalam keadaan membutuhkan maupun tidak membutuhkan. Ketika aktivitas membaca sudah dijauhi dan digantikan oleh aktivitas copy-paste, maka intelektualitas mahasiswa menjadi lambat berkembang atau bahkan tidak berkembang sama sekali. Jika begini keadaan mahasiswa, maka malulah pada Mbah Dauzan.


Sukrisno
Sukoharjo, 17 Mei 2011 23.30 WIB

Siswa Boleh Membolos

“Saat penerimaan raport adalah saat yang menyenangkan. Saat menerima raport, tidak hanya nilai-nilai mata pelajaran yang aku lihat dan aku perbandingkan dengan raport teman-temanku, tetapi aku juga membandingkan banyaknya hari aku tidak masuk sekolah tanpa keterangan alias membolos. 
 
Di antara kami akan merasa bangga jika catatan tidak masuk sekolahnya paling banyak. Arba’in, Teguh ‘Pongge’, dan Tri ’Stro’ Martono serta tak ketinggalan aku, pernah memenangi ‘kompetisi bergengsi’ ini. Cacatan rekor terbaikku adalah sembilan belas kali tidak masuk sekolah tanpa keterangan. Dengan rekor seperti itu, maka rata-rata dalam satu minggu aku membolos satu kali. Sungguh rekor yang membanggakan, tetapi tentu saja tidak patut untuk ditiru.”

Penggalan kisah di atas adalah sebuah pengalaman saat saya duduk di bangku SMP. Mohon, jangan ditertawakan. Atau mungkin Anda malah terkagum-kagum, atau Anda hanya tersenyum simpul saja. Ya, begitulah kenangan masa lalu.

Saya masih ingat, dahulu biasanya jika ketahuan membolos sekolah, maka Guru BP akan memanggil siswa-siswa yang membolos untuk datang ke ruangannya. Ruangan khusus Guru BP. Siswa yang sering memasuki ruangan tersebut berarti siswa yang tidak disiplin. Dalam ruangan BP itu biasanya Guru BP memberikan ceramah kepada siswa yang sering membolos dengan ajaran-ajaran kedisiplinan, kerajinan, kesuksesan, dan bla bla bla. Guru BP memberi wejangan dengan sesekali disertai gertakan dan ancaman. Tentu siswa hanya dapat duduk takzim mendengarkan khotbah sang Guru tersebut sampai selesai. Dan, dijamin khotbahnya lebih membosankan daripada khotbah saat upacara bendera hari Senin.

Penyakit radang tenggorokan mempunyai beberapa gejala di antaranya badan demam, batuk ringan, disertai pusing. Sang dokter tidak mengambil paracetamol untuk mengobati demamnya, obat batuk untuk mengobati batuk, dan obat sakit kepala untuk mengobati pusingnya. Sakit-sakit tersebut hanyalah gejala. Yang paling bijak adalah mengatasi sumbernya. Mengobati radang tenggorokannya. Maka dengan begitu, gejala-gejala tersebut akan hilang seiring sembuhnya penyakit radang tenggorokan.

Demikian juga dengan siswa membolos. Siswa yang membolos identik dengan sifat nakal, tidak disiplin, dan stigma negatif lainnya. Siswa yang membolos pasti memiliki alasan mengapa ia membolos. Jadi, bisa dikatakan membolos adalah sebuah akibat. Seorang siswa karena suatu sebab, ia akan membolos. ‘Sebab’ itulah sumber penyakitnya dan membolos adalah gejalanya. Ada siswa yang membolos karena tidak suka dengan pelajaran. Ada yang tidak suka dengan guru yang mengajar. Ada yang merasa bosan di kelas. Ada yang membolos karena pelajaran yang diberikan sudah ia pahami, atau karena suka dimarahi guru atau sedang tidak enak badan. Dan penyebab-penyebab lainnya (sepertinya perlu diadakan studi khusus tentang alasan siswa membolos). Alasan-alasan tersebutlah yang harusnya kita tangani, kita obati. Maka, perlu diadakan pendekatan secara personal untuk mengatasi siswa yang hobi membolos.

Membolos menjadi sebuah gejala dari sebuah ‘penyakit’ –sebenarnya saya tidak suka menggunakan istilah ‘penyakit’– merupakan permasalahan siswa yang harus diperhatikan dengan serius oleh pendidik selaku dokternya. Siswa membolos bisa jadi karena membolos sebagai satu-satunya cara agar permasalahan yang ia hadapi dapat ia ungkapkan. Ketika siswa merasa tidak suka dengan cara pengajaran guru, akankah siswa tersebut berani mengungkapkannya kepada guru dan memberi saran cara mengajar yang ia sukai. Saya kira tidak. Maka, ia mengekspresikan dirinya melalui tindakan membolos. Guru yang tidak bijak akan menganggap siswa yang membolos tersebut sebagai siswa nakal dan tidak disiplin. Maka, dihukumlah ia. Pada kasus seperti ini apakah hukuman menyelesaikan masalah?

Kasus siswa membolos hampir terjadi di semua sekolah. Bila mempunyai keinginan untuk meminimalisasi –saya kira untuk menghilangkan seratus persen tidak mungkin bisa dilakukan– kasus membolos, maka obatilah sumber permasalahannya. Mencari sumber permasalahan ini memang rumit dan membutuhkan waktu serta tenaga yang tidak sedikit. Perlu adanya kesadaran pendidik untuk mau mencari sumber permasalahan siswa yang membolos. Perlu adanya keterbukaan dari pihak sekolah. Institusi pendidikan perlu bersifat dan bersikap kekeluargaan, tidak merasa paling benar, dan memandang siswa sebagai mitra dalam mengembangkan pendidikan bukan sebagai objek pendidikan.

Sistem pendidikan kita memang masih banyak kekurangan, terutama dalam memandang dan menyikapi peserta didik. Sudah saatnya kita menghargai siswa sebagai manusia mulia penuntut ilmu, sebagai manusia yang ingin didengar dan dimengerti permasalahannya. Jika kita tidak mau berbenah diri juga, maka bolehlah siswa untuk membolos dalam rangka menyuarakan permasalahannya.

Sukrisno
Sukoharjo, 17 Mei 2011
23.30 WIB

Negara dengan Kualitas Pendidikan Terbaik di Dunia


Peta


Finlandia Tahukah Anda negara mana yang kualitas pendidikannya menduduki peringkat pertama di dunia? Bukan Amerika dengan Harvard-nya, bukan Jerman atau Perancis, atau juga Indonesia dengan ITB-nya… 
Negara itu adalah FINLANDIA ! Negara dengan ibukota Helsinki (tempat ditandatanganinya perjanjian damai antara RI dengan GAM) ini memang begitu luar biasa. Peringkat 1 dunia ini diperoleh Finlandia berdasarkan hasil survei internasional yang komprehensif pada tahun 2003 oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Tes tersebut dikenal dengan nama PISA (Programme for International Student Assesment) mengukur kemampuan siswa di bidang Sains, Membaca, dan juga Matematika. Hebatnya, Finlandia bukan hanya unggul secara akademis tapi juga menunjukkan unggul dalam pendidikan anak-anak lemah mental. Ringkasnya, Finlandia berhasil membuat semua siswanya cerdas. 
Lantas apa kuncinya sehingga Finlandia menjadi No. 1 di pentas dunia? Dalam masalah anggaran pendidikan Finlandia memang sedikit lebih tinggi dibandingkan rata-rata negara di Eropa, tapi masih kalah dengan beberapa negara lainnya. Finlandia tidaklah menggenjot siswanya dengan menambah jam-jam belajar, memberi beban PR tambahan, menerapkan disiplin tentara, atau memborbardir siswa dengan berbagai tes. Sebaliknya, siswa di Finlandia mulai sekolah pada usia yang agak lambat dibandingkan dengan negara-negara lain, yaitu pada usia 7 tahun, dan jam sekolah mereka justru lebih sedikit, yaitu hanya 30 jam perminggu.Bandingkan dengan Korea, ranking kedua setelah Finlandia, yang siswanya menghabiskan 50 jam perminggu. 
Apa gerangan kuncinya? Ternyata kuncinya terletak pada kualitas guru. Di Finlandia hanya ada guru-guru dengan kualitas terbaik dengan pelatihan terbaik pula. Profesi guru sendiri adalah profesi yang sangat dihargai, meski gaji mereka tidaklah fantastis. Lulusan sekolah menengah terbaik biasanya justru mendaftar untuk dapat masuk di sekolah-sekolah pendidikan, dan hanya 1 dari 7 pelamar yang bisa diterima. 
Persaingannya lebih ketat daripada masuk ke Fakultas Hukum bahkan Fakultas Kedokteran! Jika negara-negara lain percaya bahwa ujian dan evaluasi bagi siswa merupakan bagian yang sangat penting bagi kualitas pendidikan, Finlandia justru percaya bahwa ujian dan testing itulah yang menghancurkan tujuan belajar siswa. Terlalu banyak testing membuat kita cenderung mengajarkan kepada siswa untuk semata lolos dari ujian, ungkap seorang guru di Finlandia. 
Pada usia 18 tahun seorang siswa mengambil ujian untuk mengetahui kualifikasi mereka di perguruan tinggi, dan dua pertiga lulusan melanjutkan ke perguruan tinggi. Siswa diajar untuk mengevaluasi dirinya sendiri, bahkan sejak Pra-TK! “Ini membantu siswa belajar bertanggungjawab atas pekerjaan mereka sendiri”, kata Sundstrom, kepala sekolah di SD Poikkilaakso, Finlandia. 
Siswa didorong untuk bekerja secara independen dengan berusaha mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Suasana sekolah sangat santai dan fleksibel. Adanya terlalu banyak komando hanya akan menghasilkan rasa tertekan, dan mengakibatkan suasana belajar menjadi tidak menyenangkan. Kelompok siswa yang lambat mendapat dukungan intensif. Hal ini juga yang membuat Finlandia sukses. Berdasarkan penemuan PISA, pada sekolah-sekolah di Finlandia sangat kecil perbedaan antara siswa yang berprestasi baik dan yang buruk dan merupakan yang terbaik menurut OECD. Remedial tidaklah dianggap sebagai tanda kegagalan tapi sebagai kesempatan untuk memperbaiki. 
Seorang guru yang bertugas menangani masalah belajar dan prilaku siswa membuat program individual bagi setiap siswa dengan penekanan tujuan-tujuan yang harus dicapai, umpamanya: Pertama, masuk kelas; kemudian datang tepat waktu; berikutnya, bawa buku, dan lain sebagainya. Kalau mendapat PR siswa bahkan tidak perlu untuk menjawab dengan benar, yang penting mereka berusaha. Para guru sangat menghindari kritik terhadap pekerjaan siswa mereka. Menurut mereka, jika kita mengatakan “Kamu salah” pada siswa, maka hal tersebut akan membuat siswa malu. Dan jika mereka malu maka ini akan menghambat mereka dalam belajar. 
Setiap siswa diperbolehkan melakukan kesalahan. Mereka hanya diminta membandingkan hasil mereka dengan nilai sebelumnya, dan tidak dengan siswa lainnya. Setiap siswa diharapkan agar bangga terhadap dirinya masing-masing. Ranking hanya membuat guru memfokuskan diri pada segelintir siswa tertentu yang dianggap terbaik di kelasnya.
Sumber: roumink.wordpress.com