Pages

July 1, 2016

Tips Menjadi Pelajar Sukses (#1)


Siapa yang tidak ingin sukses? Semua orang pasti ingin sukses. Begitu juga seorang pelajar pasti ingin sukses dalam menempuh pendidikannya. Semua pelajar ingin sukses, namun hanya sedikit yang mau mengusahakannya dengan sungguh-sungguh. Atau mereka sudah bersungguh-sungguh, namun tidak bisa menerapkan langkah-langkah praktis untuk menggapai kesuksesan tersebut.

Berikut ini beberapa tips dari Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad bin Abdullah As-Sadhan dalam kitabnya Ma’alim fi Thariq Thalab Al-Ilmi agar seorang pelajar agar dapat maksimal dalam mengambil faedah (manfaat) dari majelis ilmu (kegiatan belajar mengajar). Berikut ini penjelasannya secara ringkas hal-hal yang perlu diperhatikan agar menjadi pelajar yang sukses.

1. Niat yang Ikhlas

Hendaknya seorang pelajar memiliki niat yang ikhlas dalam belajar. Khathib Al-Baghdadi memberikan nasehat, “Aku memberikan wasiat kepadamu, wahai penuntut ilmu, agar engkau mengikhlaskan niat dalam mencari ilmu. Dan agar engkau berusaha sekuat tenaga untuk mengamalkannya.”

Hindarilah niat belajar yang hanya untuk mendapatkan nilai, mendapatkan pengakuan sebagai pelajar pintar, atau hanya berniat menghabiskan waktu dan bermain-main saja di sekolah. Sungguh, keikhlasan niat dan kesungguhan usaha seorang pelajar akan menghantarkannya pada kemudahan dalam memahami ilmu.

Mari kita cermati firman Allah dalam Surat Al-Ankabut ayat 69 ini, “Dan orang-orang yang berjihad (bersungguh-sungguh) untuk [mencari keridhaan] Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang-orang yang berbuat baik."

 
2. Antusias untuk Mengikuti Pelajaran

Seorang pelajar hendaknya selalu antusias untuk mengikuti pelajaran. Janganlah bermalas-malasan untuk berangkat sekolah. Buang jauh-jauh sifat bosan, jemu, dan lalai. Berusahalah untuk selalu mengikuti pelajaran kecuali ada hal yang penting dan tidak bisa ditinggalkan, misalnya sakit parah, musibah yang menimpa keluarga, dan lain-lain.

Ilmu tidak didapatkan seperti harta warisan, tetapi ilmu didapatkan dengan kesungguhan dan kesabaran.

Kita bisa mencontoh Ibrahim Al-Harbi yang tidak pernah absen dalam mengikuti pelajaran. Seorang sahabatnya berkata tentang Ibrahim Al-Harbi, “Aku tidak pernah kehilangan Ibrahim Al-Harbi dalam majelis pelajaran nahwu atau bahasa selama lima puluh tahun.”
Perhatikanlah! selama lima puluh tahun Ibrahim Al-Harbi mengikuti pelajaran nahwu atau bahasa hingga akhirnya ia menjadi seorang ahli nahwu yang memiliki banyak murid.

Seorang ulama lain mengatakan, “Aku mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh Al-Hasan selama tujuh tahun, aku tidak pernah bolos meskipun sehari. Walaupun sedang berpuasa, aku tetap menghadirinya.”


3. Bersegera dalam Menghadiri Pelajaran
 

Hendaknya seorang pelajar tidak terlambat dalam mengikuti pelajaran. Usahakan datang di awal waktu sebelum guru datang. Dengan begitu, ia akan bisa mempersiapkan diri dan perlengkapan untuk menyambut pelajaran yang akan diberikan oleh guru.

Seorang pelajar yang terlambat, perasaannya tidak akan tenang. Ia tidak memiliki kesiapan yang cukup untuk mengikuti pelajaran. Bahkan mungkin ada perlengkapannya yang tertinggal.

Seorang ulama besar, Asy-Sya’bi pernah ditanya bagaimana ia memeroleh semua ilmunya. Ia menjawab, “Dengan kemauan untuk mencari dan mendatangi majelis-majelis di berbagai negeri, sabar menjalani pembelajaran sebagaimana sabarnya keledai, dan bersegera seperti bersegeranya burung gagak.” Maksudnya, ia bersegera untuk mengikuti pelajaran.


4. Mencari Tahu Pelajaran yang Tertinggal

Adakalanya seorang pelajar berhalangan hadir atau ada kepentingan yang tidak bisa ditinggalkan sehingga tidak bisa mengikuti pelajaran. Setelah keadaan pelajar tersebut kembali sedia kala, hendaknya ia aktif mencari tahu pelajaran yang tertinggal dengan bertanya kepada teman-temannya atau kepada gurunya. Jika ia malas mencari tahu, ia akan tertinggal beberapa bagian ilmu yang bisa jadi sangat penting dalam memahami ilmu selanjutnya.

Dalam hal mencari tahu pelajaran yang tertinggal, ada teladan yang sangat baik dari Umar bin Khathab dan tetangganya dari kaum Anshar. Umar bin Khathab berkata, “Dahulu aku dan tetanggaku dari Anshar, kami saling bergantian dalam menghadiri majelis Rasulullah, adakalanya satu hari dia yang turun kemudian satu hari berikutnya aku yang turun, apabila aku yang turun maka sekembalinya aku dari majelis tersebut aku menceritakan kepada tetanggaku tentang wahyu yang turun atau hal yang lainnya pada hari tersebut, apabila yang turun tetanggaku maka ia pun melakukan seperti apa yang aku lakuakan.”

Maksudnya, Umar bin Khathab selama satu hari disibukkan dengan berdagang dan pekerjaan duniawi kemudian tetangganya pada hari tersebut turun untuk menghadiri majelis ilmu Rasulullah. Kemudian, pada hari berikutnya giliran Umar bin Khathab yang mencari ilmu sedangkan tetangganya orang Anshar yang berdagang dan melakukan pekerjaan duniawinya.



----------------------------------------------------------------------
Bersambung ke Tips Menjadi Pelajar Sukses (#2)

***
(Sukoharjo, 2 Juli 2016)




February 20, 2016

Menyampuli Hati



Suatu pagi yang syahdu --halah--, saya masuk ke kelas VIII putri. Saya tenteng 1 boxset buku cerita karya Roald Dahl. Satu box itu berisi belasan buku. Di dalam kelas, perhatian para siswi langsung tertuju pada buku itu. "Itu buku apa, Pak?" riuh tanya mereka.

Setelah beruluk salam dan basa-basi, "Apakah sehat semua hari ini? Siapa yang belum mandi tadi pagi?", saya menjelaskan ihwal buku yang saya bawa.

"Mulai hari ini," kata saya, "setiap pelajaran Bahasa Indonesia, Pak Guru memberi kalian waktu sepuluh menit untuk membaca buku. Bukunya bebas, selain buku pelajaran."

"Yeeeyy...," teriak sebagian siswi. Maksud saya "teriak" di sini memang benar-benar teriak. Mungkin jika ada cermin di kelas bakalan pecah kena gelombang suara teriakan itu. : D

Pertemuan sebelumnya, saya sudah memberitahukan kepada mereka agar membawa buku yang belum selesai dibaca, jika punya. Sebagian siswi membawa, sebagian besar yang lain tidak membawa.

"Ini Pak Guru bawakan beberapa buku. Kalian juga boleh membawa buku dari rumah kalau punya. Kalau tidak punya, ya beli. Sekali-kali jajan buku gitu, lho."

Saya mengeluarkan buku-buku itu dari boxset sambil menjelaslan secara singkat tentang buku itu. Warna sampulnya yang mencolok memang menarik mata.

"Sebagian belum Pak Guru sampuli," lanjut saya. "Sambil kalian membaca, Pak Guru akan menyampuli sebagian buku ini."

Saya bagikan buku-buku itu kepada siawi yang tidak membawa buku dari rumah.

"Saya malas membaca, Pak," kata seorang siswi.
"Tetap harus membaca, ya. Ya, sudah, buat kamu buku ini saja. Bukunya tipis dan banyak gambar ilustrasinya," kata saya sambil menyerahkan buku yang tebalnya tak sampai seratus halaman.

Lalu, seisi kelas berasyik masyuk dengan buku di tangan. Saya dengan santai menyampuli buku.

Sambil menyampuli buku, dengan suara yang tidak keras saya berkata, "Buku itu harus disampuli agar awet, terjaga, tidak mudah kotor. Begitu juga dengan hati, juga harus disampuli agar terjaga, tidak mudah tergoda, tidak kotor atau malah retak. Makanya hati harus disampuli, dijaga baik-baik."

Seisi kelas pun tertawa. Sebagian yang malu-malu hanya tersenyum saja. Padahal, saya kan sedang tidak melucu.






January 10, 2016

Pendidikan Anak: Mengejar Kebahagiaan Akhirat Tanpa Melupakan Kenikmatan Dunia


Ustadz Nurhadi dalam kegiatan Parenting di SMPIT Mutiara Insan Sukoharjo, menyampaikan bahwa anak bisa mengajak orang tuanya masuk ke surga. Namun, anak juga bisa menyeret orang tuanya ke neraka. Oleh karena itu, orang tua harus mendidik anaknya dengan baik dan harus berorientasi akhirat.

Prinsipnya yaitu, "Mengejar kebahagiaan akhirat, dengan tidak melupakan kenikmatan dunia". Ustadz Nurhadi mempraktikkan prinsip tersebut. Anak-anaknya diarahkan untuk menghafal Al-Quran sejak kecil. Anaknya yang masih SD juga mulai menghafal Al-Quran.

Anak pertama beliau studi di Mesir. Anak kedua beliau akan berangkat ke Turki. Selain itu, kedua anaknya juga diajari untuk berwirausaha. Kedua anaknya itu berangkat ke luar negeri dengan biaya sendiri. Anak pertamanya pernah melakukan umrah dengan biaya sendiri.

Ustadz Nurhadi juga menyampaikan agar para orangtua mengedepankan kelembutan dan kesabaran dalam mendidik anak. Selain itu, anak hendaknya dijauhkan dari pengaruh buruk televisi.

Kegiatan Parenting yang diikuti oleh orangtua/wali siswa SMPIT Mutiara Insan Sukoharjo ini dilaksanakan pada hari yang sama saat Penerimaab Hasil Belajar Siswa semester 1.

Orangtua bisa mengambil banyak manfaat dari kegiatan semacam ini. Mendidik anak memang membutuhkan ilmu. Juga memerlukan inspirasi dan motivasi, khususnya agar berorientasi ada akhirat.

Dengan diselenggarakannya kegiatan seperti ini, saya kadang berpikir: biaya pendidikan di SMPIT begitu murah karena dalam pelaksanaan kegiatan semacam ini, orangtua tidak dimintai dana lagi.




***
(Sukoharjo, 10 Januari 2016)




 




January 9, 2016

Saya Merinding Mendengarnya


Pada sesi akhir SBT (Spiritual Building Training) di SMPIT Mutiaran Insan Sukoharjo tadi malam, trainer meminta para siswa berdiri satu per satu, menyebutkan nama lengkap bin/binti nama orang tua dan mengatakan apa cita-citanya.

Giliran salah satu siswi yang menyampaikan cita-citanya, saya dibuatnya merinding demi mendengar apa yang diinginkannya. Teman-temannya biasa memanggil siswi itu dengan nama Tinan. Saya biasa memanggilnya Tin Tin.

Apa yang dicita-citakannya?
Dikatakan olehnya," Insya Allah, saya akan menjadi hadidzah, dosen, dan penulis."
Demi mendengar kata "hafidzah" saya merinding. Mulia sekali cita-cita kamu, Tin Tin.

Spiritual Building Training merupakan agenda rutin yang dilaksanakan sekali atau dua kali dalam setahun. Kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan spiritualitas siswa ini termasuk dalam rangkaian Program Sukses Ujian Nasional bagi siswa kelas IX.

Dengan mengikuti kegiatan SBT diharapkan siswa bisa memiliki motivasi untuk menggapai kesuksesan yang berorientasi pada kebahagiaan akhirat.

Kegiatan SBT ini juga menghadirkan orangtua siswa. Materi SBT pun menyangkut perihal pendidilan anak. Dengan demikian diharapkan akan terjadi komunikasi yang jujur dan terbuka antara orang tua dan anak.

Acara SBT biasanya bertabur tangis, baik para siswa maupun orang tua. Mereka digedor kesadarannya untuk menginsyafi kekhilafan dan mengikat janji pada diri sendiri untuk menjadi lebih baik.

Kegiatan yang sangat berkesan ini mestinya bisa terus berlanjut pelaksanaannya. Saya kadang berpikir, saya dulu saat sekolah tidak mendapat pendidikan semacam ini. Sungguh, beruntung sekali mereka --para siswa-- yang bisa mengikuti acara seperti ini.








 



 

Menunggui Siswa Terakhir

Sore kemarin, saya kembali ke sekolah untuk mengambil barang yang ketinggalan. Tiba di sekolah, saya melihat seorang siswa yang duduk di dekat parkiran. Siswa tersebut belum dijemput orang tuanya, pikirku. Padahal, waktu itu sudah pukul 5 sore lebih.

Dan di samping siswa itu duduk menemani seorang guru yang saya ketahui rumahnya cukup jauh, mungkin sekitar 45 menit perjalanan. Kemudian, setelah siswa itu dijemput, guru yang menemani tadi pun pulang. Ia pastilah sampai rumah pukul 6 sore.

Pernah pula, saya menemani siswa yang belum dijemput sampai pukul 17.30. Untungnya rumah saya dekat, cuma 15 menit perjalanan.

Begitulah, ada tanggung jawab guru untuk memastikan semua siswa sudah pulang. Memang, sebagian siswa pulang-pergi ke sekolah dengan diantar-jemput orang tuanya. Terkadang, ada orang tua yang memiliki kesibukan sehingga menjemput anaknya lebih sore.

Ada juga teman saya --seorang guru-- yang karena taksabar menemani siswa yang sudah lama menunggu jemputan, akhirnya mengantarkan siswa itu pulang ke rumahnya.

Untuk melaksanakan program tersebut --menemani siswa sampai pulang semua-- dibuatlah jadwal piket bagi guru. Dengan begitu harapannya pihak sekolah bisa memastikan bahwa semua siswanya sudah pulang atau dijemput.

December 20, 2015

Pentingnya Mengajarkan Al-Quran kepada Anak

Pentingnya Mengajarkan Al-Quran kepada Anak
Orang-orang terdahulu saat menyerahkan anak kepada para pendidik maka pertama kali mereka minta dan nasehatkan kepada pendidik adalah supaya mengajarkan Al-Quran terlebih dahulu kepada anak-anak mereka. Kemudian cara membaca dan menghafalkannya. Sehingga lisan mereka menjadi lurus, rohani mereka menjadi tinggi, hati mereka menjadi khusyuk, air mata mereka menetes, dan terancaplah keimanan dan keyakinan ke dalam hati mereka.

Berikut ini adalah perkataan ulama perihal masalah pendidikan akan wajibnya menuntun anak untuk membaca Al-Quran.

Saad bin Abi Waqqash berkata, “Kami mengajari anak-anak kami tentang sejarah peperangan Rasulullah sebagaimana kami mengajari mereka Al-Quran.”

Imam Al-Ghazali berpesan dalam bukunya Ihya Ulumuddin, “(Yaitu) dengan mengajari anak Al-Quran Al-Karim, hadits-hadits, kisah orang-orang baik, kemudian beberapa hukum agama.”

Ibnu Khaldun di dalam Muqaddimah-nya memberikan arahan pentingnya mengajarkan dan menghafalkan Al-Quran pada anak. Beliau menjelaskan bahwa mengajarkan Al-Quran kepada anak adalah pondasi awal untuk mempelajari semua metode pembelajaran yang ada di berbagai negara Islam, karena ia adalah syiar agama yang bisa mengokohkan akidah dan menancapkan keimanan.

Ibnu Sina menasehatkan di dalam kitabnya As-Siyasah agar seorang anak diajari Al-Quran sejak dini, di samping menyiapkan pengajaran fisik dan akal. Hal ini bertujuan supaya anak mampu menyerap bahasa Al-Quran dan tertanam di dalam dirinya ajaran keimanan.

Diriwayatkan di dalam banyak buku sejarah dan sastra bahwa Fadhl bin Zaid pernah melihat anak laki-laki seorang wanita Arab dan ia sangat mengaguminya. Wanita itu bercerita cara mendidik anaknya, “Ketika ia sudah berumur lima tahun, aku menyerahkannya kepada seorang pendidik. Pendidik itu mengajari membaca dan menghafal Al-Quran, syair, serta meriwayatkannya. Ia juga dihibur dengan kejayaan kaumnya, serta diajari meneladai perbuatan terpuji bapak dan kakeknya. Setelah ia memasuki masa remaja, maka aku mengajaknya naik ke punggung kuda agar ia berlatih menjadi penunggang kuda, memanggul senjata, berkelana ke berbagai wilayah, dan mau mendengarkan perintah.”


Referensi:
Ulwan, Abdullah Nashih. Tarbiyatul Aulad fil Islam. Terjemahan: Arif Rahman Hakim. 2013. Pendidikan Anak dalam Islam. Cetakan ke-2. Surakarta: Insan Kamil
***
Sukoharjo, 20 Desember 2015

Tanggung Jawab Pendidikan Iman kepada Anak

Tanggung Jawab Pendidikan Iman kepada Anak
Pendidikan iman adalah mengikat anak dengan dasar-dasar keimanan, rukun Islam, dan dasar-dasar syariat semenjak anak sudah mengerti dan memahami. Dasar-dasar keimanan adalah segala sesuatu yang ditetapkan melalui pemberitaan yang benar akan hakikat keimanan, perkara-perkara ghaib, seperti iman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab samawiyah, semua rasul, pertanyaan dua malaikat (di alam kubur), azab kubur, kebangkitan, hisab (pengadilan), surga, neraka, dan semua perkara ghaib.

Rukun Islam adalah semua peribadatan anggota (badan) dan harta, seperti shalat, puasa, zakat, haji bagi yang mampu melaksanakannya. Dasar-dasar syariat adalah setiap perkara yang bisa mengantarkan kepada manhaj rabbani (jalan Allah), ajaran-ajaran Islam, baik akidah, akhlak, hukum, aturan-aturan, dan ketetapan-ketetapan.

Seorang pendidik wajib mengajarkan kepada anak akan pedoman-pedoman berupa pendidikan keimanan semenjak pertumbuhannya serta mengajarkan fondasi-fondasi Islam sehingga anak terikat dengan agama Islam secara akidah dan ibadah. Berikut ini beberapa pendidikan iman yang harus diterapkan kepada anak.

1. Membuka kehidupan anak dengan kalimat tauhid “La ilaha illallah”

Anak harus diajarkan kalimat tauhid semenjak kecil, tentu saja dengan bahasa yang mudah dipahami oleh anak. Pendidik juga bisa mengajarkan melalui perbuatan dan ucapan. Misalnya, memuji Allah setiap mendapat kenikmatan, beristighfar saat berbuat buruk, dan lain-lain.

2. Mengajarkan masalah halal dan haram setelah dia berakal
Dengan mengajarkan masalah halal dan haram, anak akan mengetahui perintah-perintah Allah sehingga ia bersegera melaksanakannya, dan mengetahui larangan-larangan Allah sehingga ia bersegera menjauhinya.

3. Memerintahkannya untuk beribadah saat umurnya tujuh tahun

Diriwayatkan oleh Al-Hakim dan Abu Dawud bahwa Rasulullah bersabda, “Perintahkanlah anak-anakmu melaksanakan shalat pada usia 7 tahun, dan pada saat mereka telah berusia 10 tahun, pukullah mereka jika tidak melaksanakannya, dan pisahkanlah tempat tidurnya.”

Diqiyaskan dengan perintah shalat, hendaknya juga membiasakan anak melakukan puasa jika dirasa anak telah mampu. Faedah perintah ini adalah agar anak mau mempelajari hukum-hukum ibadah sejak tumbuh dewasanya, serta akan terbiasa melaksanakannya.

4. Mendidiknya untuk cinta kepada Nabi, keluarganya, dan cinta membaca Al-Quran
Faedah dari pendidikan ini adalah agar anak mau meneladani perjalanan hidup Rasulullah dan para sahabat. Hal itu juga bertujuan agar anak semakin terikat dengan sejarah, baik perasaan, kejayaan, maupun kebanggaannya. Selain itu juga agar anak semakin terikat dengan Al-Quran, baik rohani, konsep, maupun bacaannya.


Referensi:
Ulwan, Abdullah Nashih. Tarbiyatul Aulad fil Islam. Terjemahan: Arif Rahman Hakim. 2013. Pendidikan Anak dalam Islam. Cetakan ke-2. Surakarta: Insan Kamil
***

Sukoharjo, 20 Desember 2015

 

December 17, 2015

Ayo, Bermain Kartu!

Ayo, bermain kartu.

Saya memperhatikan, para siswa berkumpul sesuai dengan kelompoknya masing-masing. Dengan mudah bisa dilihat ada kelompok yang isinya siswa-siswa ini, kelompok lainnya isinya siswa-siswa yang itu. Kelompok-kelompok itu tercipta secara spontan. Siswa akan sering berkumpul dan bergaul dengan teman yang disenanginya atau dengan teman yang memiliki sifat yang hampir sama atau hobi yang sama. Ada keakraban yang sangat antarsiswa dalam satu kelompok dan ada sedikit kerenggangan antarsiswa yang berbeda kelompok.

Biasanya, kelompok-kelompok ini tempat duduknya di kelas juga selalu berdekatan. Kalaupun digilir, biasanya mereka hanya pindah satu tempat duduk di depan atau di belakang, namun mereka tetap saling berdekatan dengan teman dalam satu kelompok. Jika guru memaksakan untuk memisahkan dan mencoba membaurkan para siswa, biasanya para siswa protes. Ada rasa ketakrelaan.

Untuk mengatasi hal tersebut, saya membuat kartu sportivitas. Saya buat kartu yang menarik dan berbahan kertas tebal yang berlaminasi agar awet. Kartu itu saya gunakan untuk menggilir tempat duduk siswa.

Awalnya, saya menempeli setiap meja dengan nomor urut satu sampai terakhir. Kemudian, kartu yang jumlahnya sesuai dengan jumlah siswa, saya kocok dan saya meminta siswa mengambil satu per satu. Saya tekankan peraturannya: setiap siswa harus ikhlas mendapatkan kartu nomor berapapun. Kartu yang didapatkan itu tidak boleh ditukar dengan yang lain.

Saya menggilir tempat duduk siswa seminggu sekali, setiap hari Senin. Setiap hari Senin saya membawa kartu ke kelas dan mulai mengocoknya. Biasanya para siswa selalu menunggu-nunggu kartu dikocok. Mungkin ada sensasi rasa penasaran dalam diri mereka: di manakah mereka akan mendapatkan tempat duduk. Setelah kartu saya kocok, mereka dengan antusias mengambilnya. Kemudian, membukanya perlahan-lahan. Setelah terlihat nomor kartunya, ekspresi mereka bermacam-macam. Ada ungkapan: ah..., yee..., wah..., asyik..., sesuai dengan suasana hati mereka mendapatkan tempat duduk sesuai dengan nomor kartu.

Setiap Senin, jika saya belum datang ke kelas, biasanya mereka akan mencari saya. “Ayo, Pak, ke kelas. Mana kartunya?” Jikapun saya takbisa hadir, mereka akan mengambil kartu itu dan mengocok sendiri kartunya dan berpindah tempat sesuai hasil kartu yang diambil.

Setiap Senin, mereka tidak pernah tahu akan duduk di mana, depan atau belakang, samping kanan atau kiri. Mereka juga tidak tahu akan duduk berdekatan dengan siapa. Pergiliran tempat dengan cara tersebut juga membuat siswa berbaur dengan siswa lainnya secara acak. Tidak ada kelompok siswa yang duduknya selalu berdekatan. Setiap siswa akan berdekatan dan berusaha bergaul dengan seluruh siswa di kelas. Hal tersebut merupakan salah satu cara untuk mengurangi kecenderungan berkelompok yang dapat menimbulkan efek negatif.

Dengan penggiliran tempat duduk menggunakan teknik ini, para siswa juga belajar untuk sportif. Mereka berlatih menerima apa yang mereka dapatkan. Nomor kartu berapapun harus mereka terima dengan lapang dada.

Kartu ini juga saya gunakan untuk menentukan giliran praktek atau unjuk kerja. Misalkan untuk maju drama, pidato, atau setoran hafalan Quran. Terkadang, saat ditunjuk secara langsung, beberapa siswa merasa tidak puas terhadap urutan giliran maju. Dengan kocokan kartu ini, mereka akan menerima urutan giliran maju dengan lapang dada. Dan justru, kartu ini mendatangkan suasana yang ceria dan sensasi deg-degan saat mereka mengambilnya.

Demikian.

***

Sukoharjo, 15 Desember 2015




December 13, 2015

Pengertian Inovasi Pendidikan

Pengertian Inovasi Pendidikan

Pengertian Inovasi
Inovasi kadang pula diartikan sebagai penemuan, namun berbeda maknanya dengan penemuan dalam arti discovery atau invention (invensi). Discovery mempunyai makna penemuan sesuatu yang sebenarnya sesuatu itu telah ada sebelumnya, tetapi belum diketahui. Sedangkan invensi adalah penemuan yang benar-benar baru sebagai hasil kegiatan manusia. Prof. Dr. Anna Poejiadi (dalam http://inovasipendidikan.wordpress.com) memberikan penjelasan: secara harfiah to discover berarti membuka tutup. Artinya sebelum dibuka tutupnya, sesuatu yang ada di dalamnya belum diketahui orang. 


Sebagai contoh perubahan pandangan dari geosentrisme menjjadi heliosentrisme dalam astronomi. Nicolaus Copernicus memerlukan waktu bertahun-tahun guna melakukan pengamatan dan perhitungan untuk menyatakan bahwa bumi berputar pada porosnya, bahwa bulan berputar mengelilingi matahari dan bumi, bahwa planet-planet lain juga berputar mengelilingi matahari. Kesalahan besar yang ia lakukan adalah bahwa ia yakin semua planet (termasuk bumi dan bulan) mengelilingi matahari dalam bentuk lingkaran. 


Penemuan ini menggugah Tycho Brahe melakukan pengamatan lebih teliti terhadap gerakan planet. Data pengamatan kemudian membuat Johanes Kepler akhirnya mampu merumuskan hukum-hukum gerak planet yang tepat. Penemuan ketiga tokoh tersebut merupakan ”discovery”. Sedangkan invent yang dalam kamus didefinisikan sebagai menciptakan sesuatu yang baru yang tidak pernah ada sebelumnya. 

Contoh invention adalah penemuan Thomas Alva Edison, yaitu penemuan perekam suara elektronik, penyempurnaan mesin telegram yang secara otomatis mencetak huruf mesin, mesin piringan hitam, dan pengembangan bola lampu pijar.
Inovasi diartikan penemuan dimaknai sebagai sesuatu yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang baik berupa discovery maupun invensi untuk mencapai tujuan atau untuk memecahkan masalah tertentu. Dalam inovasi tercakup discovery dan invensi.


Berikut definisi inovasi dari berbagai sumber.

  1. Inovasi adalah pemasukan hal-hal yg baru; pembaruan. (Kamus Bahasa Indonesia: 2008)
  2. Kata innovation yang seringkali diterjemahkan sebagai pembaharuan selalu dirangkai dengan penemuan (invention) sehingga pengertian inovasi merupakan hasil penemuan baru akibat adanya perubahan. Kata inovation dalam khasanah bahasa Indonesia telah diserap sebagai istilah indonesia ‘inovasi’ yang dimaknakan sebagai suatu ide, barang, kejadian, metode yang dirasakan atau diamati sebagai sesuatu yang baru bagi seseorang atau bagi masyarakat luas. (Supriyanto, 2007: 1)
  3. Inovasi adalah memperkenalkan ide baru, barang baru, pelayanan baru dan cara-cara baru yang lebih bermanfaat. Inovasi atau innovation berasal dari kata to innovate yang mempunyai arti membuat perubahan atau memperkenalkan sesuatu yang baru. (http://all-about-trick.blogspot.com)
  4. Menurut Rasli inovasi adalah perkataan yang berasal daripada bahasa Latin ‘innovare’ yang bermaksud memperbaharui atau meminda. Setiap perniagaan mesti melalui proses inovasi dari semasa ke semasa untuk menjamin kesinambungan operasinya. Menurutnya, proses inovasi adalah satu proses yang berterusan bagi memastikan perusahaan akan dapat meneruskan persaingan dalam pasaran. Menurut Hussin inovasi bisa dirumuskan sebagai satu proses penambahbaikan kepada pengeluaran sesuatu produk atau peningkatan sesuatu perkhidmatan, dengan menggunakan idea-idea baru. Perubahan ini bagi memenuhi kehendak dan tuntutan pelanggan serta meningkatkan keuntungan sesebuah organisasi. (Saputra: 2009, dalam http://h210189.blog.binusian.org)

Karakteristik Inovasi
Dari pengertian inovasi tersebut dapat ambil karakteristik atau ciri-ciri dari inovasi, yaitu (Miranda, dalam http://dianmiranda.wordpress.com):

  1. Baru, berbeda dari hal atau keadaan sebelumnya.
  2. Kualitatif, peningkatan nilai guna dan nilai tambah pada peningkatan mutu.
  3. Hal, mencakup berbagai komponen dan aspek dalam pendidik baik berupa ide, kegiatan/praktek kerja, dan hail produksi.
  4. Unsur kesengajaan, dilaksanakan secara terencana.
  5. Meningkatkan kemampuan, meningkatkan kemampuan berbagai sumber masukan yang ada dalam pendidikan yang meliputi unsur manusia, kemampuan dana, sarana dan prasarana.
  6. Tujuan, mempunyai kejelasan sasaran dan hasilnya.

Adapun karakteristik atau ciri-ciri suatu inovasi yang lain adalah sebagai berikut (Kusuma: 2010, dalam http://fajarkusuma.student.umm.ac.id) :

  1. Keuntungan relatif, yaitu sejauh mana inovasi dianggap menguntungkan bagi penerimanya. Tingkat keuntungan atau kemanfatan suatu inovasi dapat diukur berdasarkan nilai ekonominya atau dari faktor sosial, kesenangan, kepuasan, atau karena mempunyai komponen yang sangat penting. Makin menguntungkan bagi penerima makin cepat tersebarnya inovasi.
  2. Kompatibel, yaitu tingkat kesesuaian inovasi dengan nilai, pengalaman lalu dan kebutuhan dari penerima. Inovasi yang tidaksesuai dengan nilai atau norma yang diyakini oleh penerima tidak akan diterima secepat inovasi yang sesuai dengan norma yang ada di masyarakat. Misalnya penyebarluasan penggunaan alat kontrasepsi di masyarakat yang keyakinan agamanya melarang penggunaan alat tersebut maka tentu saja penyebaran inovasi akan terhambat.
  3. Kompleksitas, yaitu tingkat kesukaran untuk memahami dan menggunakan inovasi bagi penerimanya.
  4. Triabilitas, yaitu dapat dicoba atau tidaknya suatu inovasi oleh penerima. Misalnya, penyebaranluasan penggunaan bibit unggul padi gogo akan cepat diterima oleh masyarakat jira masyarakat daapt mencoba dulu untuk menanam dan dapat melihat hasilnya.
  5. Dapat diambil (observabilitas), yaitu mudah tidaknya diamati suatu hasil inovasi. Misalnya, mengajak para petani yang tidak dapat membaca da menulis untuk relajar mambaca dan menulis tidakakan segera diikuti oleh para petani karena para petani tidak cepat melihat hasilnya secara nyata.

Pengertian Inovasi Pendidikan
Berikut pengertian inovasi pendidikan:

  1. Hamijoyo mengemukakan inovasi pendidikan adalah suatu perubahan yang baru dan kualitatif berbeda dari hal yang ada sebelumnya serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan. Ibrahim mendefinisikan inovasi pendidikan adalah inovasi (pembaruan) dalam bidang pendidikan atau inovasi yang dilakukan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan, inovasi pendidikan merupakan suatu ide, barang, metode yang dirasakan atau diamati sebagai hal baru bagi seseorang atau kelompok orang (masyarakat) baik berupa hasil inversi atau diskoversi yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan atau memecahkan masalah-masalah pendidikan. Dari kedua pendapat pakar di atas mengenai inovasi pendidikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa inovasi pendidikan adalah ide, barang, metode yang dirasakan atau diamati sebagai hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan atau memecahkan masalah-masalah pendidikan. (Kusuma: 2010, dalam http://fajarkusuma.student.umm.ac.id)
  2. Inovasi pendidikan adalah perubahan atau pembaharuan yang terjadi baik dalam bentuk pemikiran/ide kegiatan, atau bentuk produk dalam upaya memperbaiki pendidikan agar dapat meningkatkan kemampuan untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. (Miranda, dalam http://dianmiranda.wordpress.com)

Orientasi Inovasi Pendidikan

Orientasi Inovasi Pendidikan

Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang melibatkan aktifitas siswa dalam membangun makna dan pemahaman. Dalam proses pembelajaran guru harus dapat memberikan dorongan kepada siswa agar dapat mengekplorasi kemampuannya untuk membangun gagasan. Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa guru berperan dalam menciptakan situasi yang dapat menimbulkan motifasi, tanggung jawab serta berbagai prakarsa dalam diri siswa sehingga terjadi proses pembelajaran yang bermakna. Untuk itulah maka guru perlu berinovasi dalam melaksanakan proses pembelajaran.

Inovasi dalam pendidikan diarahkan untuk peningkatan mutu sekolah bahkan dalam skala besar diarahkan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Adapun masalah-masalah yang menuntut diadakan inovasi pendidikan di Indonesia, yaitu (Sutarno dan Sri Fatmawati: 2009, dalam http://physicsmaster.orgfree.com):

  1. Perkembangan ilmu pengetahuan menghasilkan kemajuan teknologi yang mempengaruhi kehidupan social, ekonomi, politik, pendidikan dan kebudayaan bangsa Indonesia. Sistem Pendidikan yang dimiliki dan dilaksanakan di Indonesia belum mampu mengikuti dan mengendalikan kemajuan-kemajuan tersebut, sehingga dunia pendidikan belum dapat menghasilkan tenaga-tenaga pembangunan yang terampil, kreatif, dan aktif sesuai dengan tuntutan dan keinginan masyarakat.
  2. Laju eksplorasi penduduk yang cukup pesat, yang menyebabkan daya tampung, ruang, dan fasilitas pendidikan yang sangat tidak seimbang.
  3. Melonjaknya aspirasi masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik, sedangkan dipihak lain kesempatan sangat terbatas.
  4. Mutu pendidikan yang dirasakan makin menurun, yang belum mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
  5. Belum mekarnya alat organisasi yang efektif, serta belum tumbuhnya suasana yang subur dalam masyrakat untuk mengadakan perubahan-perubahan yang dituntut oleh keadaan sekarang dan yang akan datang.

Perkembangan tuntutan dunia kerja yang semakin modern dan menuntut berbagai kemampuan spesialisasi yang khusus, berimplikasi pada sistem dan proses pada dunia pendidikan. Sesuai dengan tuntutan masyarakat maka proses pembelajaran harus dapat memberikan pengalaman yang nyata pada siswa dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini juga berkaitan dalam penerapan konsep, kaidan dan prinsip ilmu pengetahuan yang dipelajari dengan tuntutan dunia kerja. 


Jadi dalam proses pendidikan, siswa diharapkan mendapatkan pengalaman langsung yang memungkinkan mereka memperoleh informasi melalui pengalaman indrawi. Jika dalam beberapa topik guru tidak mungkin menyediakan pengalaman nyata, maka disinilah guru perlu berinovasi untuk mencari solusinya. Dalam hal ini guru harus dapat merancang sebuah model atau situasi buatan dalam bentuk simulasi.