Pages

October 1, 2014

Generasi Cinta Sastra (Catatan Pak Guru #9)

Beberapa koleksi novel


Sebagian pembelajaran sastra di sekolah dilaksanakan tidak sebagaimana mestinya. Salah satunya ialah pembelajaran apresiasi sastra. Dalam apresiasi sastra sering siswa tidak membaca karya sastra secara lengkap.
 

 Indikator dalam kegiatan pembelajaran apresiasi sastra di antaranya membaca karya sastra, menemukan unsur-unsur intrinsik, meringkas atau membuat sinopsis, dan memberi komentar terhadap karya sastra.

Dalam pencapaian indikator tersebut, tentu saja siswa harus membaca karya sastra secara lengkap. Misalnya novel, siswa harus membaca dari halaman pertama sampai halaman terakhir. Tidak cukup bagi siswa hanya membaca beberapa kutipan atau membaca sinopsisnya.

Membaca sebuah novel, bagi sebagian siswa merupakan pekerjaan yang berat karena mereka tidak terbiasa membaca. Tak heran, dahulu Taufik Ismail menyebut pelajar Indonesia sebagai generasi nol buku. Hal itu berdasarkan jumlah buku yang wajib dibaca siswa dalam satu tahun. Beberapa negara mewajibkan para pelajar untuk membaca beberapa buku dalam satu tahun.

Masing-masing negara targetnya berbeda. Ada yang kurang dari 10 buku ada yang lebih dari 40 buku per tahun. Pelajar Indonesia, target buku yang dibaca dalam satu tahun ialah 0 (nol) buku.

Perlu adanya uapaya untuk menggalakkan gerakan cinta membaca agar lahir generasi yang cinta sastra. Salah satunya ialah siswa diwajibkan membaca karya sastra. Targetnya bisa disesuaikan dalam satu tahun.

Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dengan materi apresiasi sastra, saya mewajibkan siswa membaca novel secara lengkap. Kalau perlu, siswa membeli novel agar memiliki koleksi novel sendiri.

Dengan membaca novel secara lengkap, siswa dapat memetik manfaat yang banyak. Di antaranya, lebih memahami karya sastra yang diapresiasi dan menumbuhkan suka membaca.


 ---
Sukoharjo, 2 September 2014
***

No comments:
Write comments