Pages

June 3, 2012

Menuju Pendidikan Vokasional


Entrepreneur Exclusive


 

“Pendidikan yang ada sekarang ini banyak menghasilkan orang-orang yang arogan yang merasa pintar, namun tidak punya ketrampilan dan kompetensi untuk melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan untuk membuat Indonesia maju dan sejahtera”.(Bob Sadino)

Dari kutipan Om Bob Sadino di atas jika kita memikirkannya sebagai generasi yang telah terlanjur mengenyam pendidikan selama beberapa tahun hingga sekarang duduk di bangku perkuliahan memang ada benarnya. Kutipan di atas juga merupakan gambaran pendidikan Indonesia yang memang masih butuh perbaikan. 
 
Kualitas Pendidikan akan berbanding lurus pada kualitas SDM (Sumber Daya Manusia). Padahal Kualitas SDA (Sumber daya Alam) indonesia yang melimpah seharusnya diolah oleh SDM yang mumpuni. Sudah terlihat sekarang berbagai sektor industri dikuasai oleh pihak asing.

Faktor di ataslah yang menyebabkan adanya wacana tentang Pendidikan Vokasional. Program Pendidikan dengan mengedepankan keberlanjutan kompetensi keahlian. Secara singkat Pendidikan Vokasional adalah pendidikan yang memuat kurikulum-kurikulum yang peka terhadap keperluan tenaga-tenaga ahli yang diperlukan dalam suatu industri nyata dalam kehidupan. 
 
Diharapkan Pendidikan Vokasional ini menghasilkan kualitas SDM yang mampu mengoptimalkan kekayaan Negara ini yang mampu mensejahterakan masyarakat. Pendidikan vokasional diharapkan mampu memberikan kompetensi atau kemampuan yang memang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat dan dunia kerja.

Pendidikan Vokasional yang sudah dirintis Indonesia adalah SMK (Sekolah Menengah Kejuruan). Pemberian ilmu teori yang juga dibarengi dengan intensnya pengaplikasian atau penerapan teori. Nah, baru-baru ini pendidikan vokasional digadang-gadang akan menjadi ujung tombak bangsa Indonesia. Karena memang kedepannya mempunyai prospek yang cukup menjanjikan. Dan sudah saatnya bangsa kita bangkit serta melahirkan tenaga-tenaga ahli yang profesional di bidangnya. Sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja masa kini. 
 
Dalam keadaan Industri yang mulai menggeliat, Indonesia sangat membutuhkan banyak pekerja siap pakai yang dilengkapi dengan skill yang mumpuni. Tentunya dengan adanya pendidikan vokasional, akan sangat membantu untuk mencetak tenaga kerja handal yang berasal dari SDM kita sendiri, bukan dari negara asing.

“Enterpreneur” merupakan kata yang dipilih oleh Ibu Wafroturrohmah dosen Progdi Pendidikan Ekonomi-Akuntansi ketika kami menanyakan tentang Pendidikan Vokasional padanya. Enterpreniur merupakan jiwa kewirausahaan. Itulah yang diupayakan pada sumber daya manusia Indonesia saat ini pada umunya, dan khususnya para siswa SMK. Warga Negara Indonesia masih beranggapan bahwa, menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan pilihan yang utama. Ini merupakan dampak dari rendahnya jiwa kewirausahaan atau enterprenuer seperti yang beliau katakan di atas.

PRAKERIN (Praktek Kerja Industri) merupakan wujud nyata fungsi pendidikan vokasional untuk mempersiapkan SDM yang ahli. Dalam praktek ini siswa SMK diharapkan mampu mengembangkan ketrampilannya karena mereka akan langsung bersentuhan pada bidangya. Inilah keunggulan dari pendidikan vokasional itu sendiri. Dengan adanya praktek kerja industri secara langsung akan membentuk mental dan memberikan pengalaman yang berharga bagi siswa. Yang akan sangat berguna dan bermanfaat pada saat terjun langsung ke dalam persaingan dunia kerja yang sesungguhnya.

Dosen yang aktif di LWT (Lembaga Wakaf Tunai) ini menambahkan bahwa siswa SMK dipersiapkan untuk memasuki “DUDI”. Dunia Usaha dan Dunia Industri. Jadi PRAKERIN harus dilakukan dengan baik dengan ditunjang adanya link-link SMK dengan industri-industri atau pelaku dunia usaha lainnya. Sehingga siswa dapat benar-benar merasakan DUDI secara langsung sesuai keterampilannya dan mengetahui keadaan Dunia tersebut seperti apa. Nah, berarti perpaduan antara PRAKERIN dan DUDI akan sangat baik dan membantu dalam mencetak calon tenaga kerja handal yang siap kerja.

Disinilah kendalanya, terkadang SMK yang belum professional tidak memiliki link-link DUDI sehingga PRAKERIN tidak berjalan dengan baik. PRAKERIN hanya dilakukan seadanya saja. Kendala inilah yang juga menghambat terbentuknya SDM yang seharusnya memiliki skill yang mumpuni tidak bisa berkembang. Secara umum kendala tersebut juga menghambat Indonesia dalam menambah SDM dan tentu saja berdampak langsung pada perkembangan perindustrian.

Mungkin tidak begitu menjadi kendala pada SMK yang telah memiliki nama besar, namun kendala ini masih banyak ditemui pada SMK yang belum ternama. Di sinilah peran pemerintah sebagai lembaga tertinggi yang mengelola pendidikan harus mampu memberikan solusi dan menyediakan link-link bagi SMK dalam melaksanakan program pendidikanya. 
 
Bukan hanya itu dengan adanya pendidikan vokasional, pemerintah juga harus mempersiapka segala sesuatu yang dibutuhkan, mulai dari guru yang profesional, kurikulum, sarana dan prasarana serta menjalin kerjasama dengan perusahaan-perusahaan, baik perusahaan BUMN, swasta maupun asing. Untuk itu peran pemerintah sangat dibutuhkan demi terwujudnya pendidikan vokasional yang berkualitas.

Disinggung masalah persiapan apa saja yang harus dipersiapkan selain link-link DUDI, dosen yang juga mengampu Akuntansi Perpajakan ini menjawab bahwa faktor SDM lah yang menentukan berjalannya pendidikan Vokasional, dalam hal ini adalah GURU. Guru menjadi elemen yang sangat penting, karena guru merupakan pihak yang berperan sebagai penyalur ilmu kepada siswa. Jadi guru harus benar-benar profesional dan ditempatkan sesuai bidangnya.

“Mungkin UMS juga perlu menambah Progdi di FKIP dengan Progdi Pendidikan Teknik, karena nantinya memang calon-calon guru teknik dibutuhkan untuk memenuhi keperluan SDM”, lanjut Ibu Wafroh. Hal ini memang benar, dengan adanya pendidikan vokasional, maka permintaan akan guru teknik akan meningkat.

Tidak hanya dalam potensi ilmunya saja, diharapkan guru juga memiliki jiwa kewirausahaan sehingga ia mampu mengajarkannya pada siswa. Atau mungkin dengan melihat guru, siswa dapat terinspirasi dan kemudian meniru dan mengimplementasikanya secara nyata.

Wacana 60% SMK dan 40% SMA terus saja masih menjadi topic hangat yang gencar-gencar dibicarakan masyarakat, hingga klimaksnya saat Jokowi memamerkan hasil produksi SMK. Menurut Ibu Wafroh panggilan akrab dari mahasiswa, gagalnya uji emisi tidak akan menjadi penghambat berkembangnya ketrampilan karena memang bisa diperbaiki lagi. Dan sesuai dengan wawancara kami dengan pihak SMK 2 Surakata, mereka tidak akan menyerah dan apabila gagal mereka akan senantiasa berusaha untuk memperbaikinya sampai mobil itu benar-benar lulus uji emisi dan menjadi produk yang layak dikonsumsi oleh masyarakat.

Dia menambahkan bahwa SMK-SMK dibawah naungan Muhammdiyah juga tidak kalah dengan SMK negeri, bahkan telah dibuka SMK Muhammadiyah di Delanggu yang bergerak dalam keperawatan.

Ini menunjukkan bahwa memang dewasa ini “Pendidikan Vokasional” tidak hanya menjadi topik namun telah mulai diaplikasikan dengan munculnya banyak SMK dengan berbagai jurusan yang memang dibutuhkan dalam dunia kerja, bahkan mereka mampu menghasilkan suatu produk.

Lalu bagaimana dengan paradigma yang muncul di masyarakat?
Paradigma masyarakat tentang SMA lebih unggul dari pada SMK akhir-akhir ini juga semakin terkikis. Berbagai produk yang dihasilkan siswa SMK merupakan pebuktian bahwa SMK tidak kalah unggul dengan SMA. Bahkan mereka lebih siap untuk diterjunkan dalam dunia kerja nyata. Mereka juga telah terlatih untuk menghadapi berbagai situasi serta kondisi dalam DUDI. Dan nantinya diharapkan dapat mencetak bukan hanya tenaga kerja handal melainkan juga tenaga-tenaga ahli profesional.

Tentu saja sebenarnya telah dilakukan standarisasi kurikulum untuk semua SMK berasarkan bidangnya, namun bisa dipastikan SMK yang tidak memiliki guru yang professional serta link-link DUDI minim, tidak akan bisa memenuhi target yang diharapkan yaitu menghasilkan SDM yang unggul. Hal ini merupakan permasalahan klasik yamg harus diupayakan penyelesaiannya oleh pemerintah pusat maupun daerah, dalam mendukung program pendidikan vokasional.

Pendidikan Vokasional ternyata telah diterapkan di berbagai Negara termasuk Negara tetangga kita Malaysia.

Memang tidak mudah untuk menuju pendidikan vokasional. Jadi semestinya Menteri Pendidikan memikirkan wacana Pendidikan Vokasional. Jangan membiarkan hal ini menjadi sebagai wacana saja. Tapi wacana ini harus diwujudkan untuk mempersiapkan bangsa Indonesia bersaing dengan bangsa lain dan minimal tidak tertinggal jauh dari bangsa lain.

Dosen yang dulunya juga alumni UMS ini mengatakan bahwa Pendidikan Vokasional tidak akan menciptakan dampak buruk dalam dunia pendidikan. Juga tidak ada pihak-pihak yang dirugukan. Bahkan ini nantinya akan menjadi sangat positif karena tentu saja menyediakan SDM siap kerja dengan segala keterampilannya.

“Dengan begitu kan negara kita dapat mengurangi pengiriman TKW”, tambahnya. Pada dasarnya pengiriman TKI ke luar negeri itu baik, asalkan TKI yang dikirim bukan sebagai pembantu rumah tangga, melainkan tenaga-tenaga ahli yang profesional.

Adanya kesiapan dalam dunia usaha juga akan dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Hal ini terjadi karena para siswa sudah terlatih untuk peka terhadap keadaan pada DUDI.

Dapat disimpulkan bahwa topik hangat ini baik untuk direalisasikan tentunya didukung dengan SDM yang handal dan juga adanya campur tangan pemerintah. Penganggaran dana pendidikan baiknya memang ditinjau kembali untuk mengembangkan Pendidikan Vokasional yang akan berdampak baik bagi perekenomian Negara ini.

Reporter: Ermon ErmaAlfiana (@ermon92) & Andri Azmi 
 
* Dikutip dari: Majalah FIGUR edisi Mei 2012

No comments:
Write comments