Pages

April 21, 2011

Pendidikan: Tidak Terbatas Ruang dan Waktu


Dunia pendidikan Indonesia dengan segala permasalahannya memang selalu menarik untuk diperbincangkan. Kita akui memang tingkat pendidikan kita (bangsa Indonesia) tergolong rendah. Kasus anak putus sekolah, guru mogok mengajar karena merasa gajinya kurang, bangunan sekolah yang hampir ambruk, hingga penggelapan dana pendidikan sering menghiasi layar kaca.

Segala permasalahan pendidikan yang saling tumpang tindih itu semestinya tidak membuat kita bersikap pesimis terhadap masa depan pendidikan Indonesia. Setidaknya masih ada segelintir orang yang memaknai pendidikan dengan cara mereka sendiri dan menghasilkan karya yang luar biasa.

Keluarga Extraordinary
Di saat para orang tua beranggapan bahwa anaknya harus mendapatkan pendidikan(-berijazah) yang tinggi agar kelak menjadi orang yang sukses, ada seorang ayah yang malah menjauhkan anak-anaknya dari pendidikan formal. Dialah Joko Sasmito, warga Imogiri seorang mantan dosen Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Joko adalah penemu biochip. Sebuah penemuan yang menunjukkan kompetensi dalam bidang yang digelutinya, yaitu teknologi. Joko beranggapan bahwa sekolah formal adalah sebuah pemborosan. Sistem pendidikan yang ada tidak sesuai dengan harapannya. Ia ingin anak-anaknya mempunyai kemampuan yang betul-betul ada aplikasinya. Joko berkeyakinan bahwa kemampuan nyata lebih penting daripada kemampuan formal.

Joko tidak memaksakan kehendaknya kepada anak-anaknya. Awalnya kelima anaknya ia sekolahkan. Seiring waktu, anak-anaknya sendiri akhirnya sadar dan kemudian mempunyai keyakinan yang sama seperti ayah mereka. Alhasil, kelima anaknya tidak ada yang mengenyam penguruan tinggi. Joko menyelenggarakan pendidikan sendiri bagi anak-anaknya di rumah. Pendidikan yang dilaksanakan Joko menerapkan kedisiplinan seperti di sekolah formal. Kelima anaknya belajar bersama mulai pukul 08.00. Di sesi ini Joko memberi sedikit pemahaman teori. Setelah itu mereka memetik sayur-sayuran atau buah-buahan dari kebun mereka sendiri. Pukul 10.00 mereka sudah siap di “laboratorium”. Mereka belajar sampai waktu Ashar diselingi istirahat untuk shalat Dhuhur. Begitulah rutinitas harian mereka.

Dari hasil proses belajar yang diterapkan Joko, anak-anaknya mempunyai kemampuan yang aplikatif. Dengan bimbingan darinya, dalam usia antara 15 sampai 25 tahun anak-anaknya telah sukses membuat fonokardiograf (pendeteksi detak jantung), EEG (alat pengukur kerja otak), bolpoin teleterapi (alat terapi jarak jauh), dan media penyimpan data mini serta berbagai peralatan praktis yang untuk kebutuhan rumah tangga. Anak-anaknya juga sudah bisa membuat hardware maupun software komputer. Kini Joko sedang mendorong anak-anaknya untuk membuat telepon seluler.

Joko Sasmito berlatar pendidikan formal kimia, namun ia menguasai ilmu-ilmu lain secara otodidak. Joko mengaku ilmu multidisiplin yang ia miliki didapatnya hanya sedikit dari buku-buku maupun internet. Dalam penelitiannya, Joko mengaku tidak memakai teori Einsten atau Archimides melainkan teorinya sendiri, yaitu teori Kaifa. Teori Kaifa yang ia gunakan diambil dari rangkaian ayat-ayat Al-Qur’an. Apa dan bagaimana teori tersebut, Joko mengatakan bahwa itu “rahasia perusahaan”.

Potret keluarga Joko menunjukkan kepada kita tentang kekuatan keinginan belajar yang sungguh-sungguh dapat menghasilkan karya yang luar biasa. Pendidikan memang tidak terbatas ruang dan waktu. Kapanpun dan dimanapun pendidikan bisa dilaksanakan. Di tengah terpuruknya pendidikan kita, setidaknya ada keluarga Joko Sasmito yang menunjukkan prestasi yang luar biasa. Semangat pendidikan itulah yang kita ambil dan kita terapkan.
Oleh: Sukrisno Santoso
Artikel ini dimuat dalam majalah Figur FKIP UMS

No comments:
Write comments