Pages

March 20, 2012

Siswa Boleh Membolos

“Saat penerimaan raport adalah saat yang menyenangkan. Saat menerima raport, tidak hanya nilai-nilai mata pelajaran yang aku lihat dan aku perbandingkan dengan raport teman-temanku, tetapi aku juga membandingkan banyaknya hari aku tidak masuk sekolah tanpa keterangan alias membolos. 
 
Di antara kami akan merasa bangga jika catatan tidak masuk sekolahnya paling banyak. Arba’in, Teguh ‘Pongge’, dan Tri ’Stro’ Martono serta tak ketinggalan aku, pernah memenangi ‘kompetisi bergengsi’ ini. Cacatan rekor terbaikku adalah sembilan belas kali tidak masuk sekolah tanpa keterangan. Dengan rekor seperti itu, maka rata-rata dalam satu minggu aku membolos satu kali. Sungguh rekor yang membanggakan, tetapi tentu saja tidak patut untuk ditiru.”

Penggalan kisah di atas adalah sebuah pengalaman saat saya duduk di bangku SMP. Mohon, jangan ditertawakan. Atau mungkin Anda malah terkagum-kagum, atau Anda hanya tersenyum simpul saja. Ya, begitulah kenangan masa lalu.

Saya masih ingat, dahulu biasanya jika ketahuan membolos sekolah, maka Guru BP akan memanggil siswa-siswa yang membolos untuk datang ke ruangannya. Ruangan khusus Guru BP. Siswa yang sering memasuki ruangan tersebut berarti siswa yang tidak disiplin. Dalam ruangan BP itu biasanya Guru BP memberikan ceramah kepada siswa yang sering membolos dengan ajaran-ajaran kedisiplinan, kerajinan, kesuksesan, dan bla bla bla. Guru BP memberi wejangan dengan sesekali disertai gertakan dan ancaman. Tentu siswa hanya dapat duduk takzim mendengarkan khotbah sang Guru tersebut sampai selesai. Dan, dijamin khotbahnya lebih membosankan daripada khotbah saat upacara bendera hari Senin.

Penyakit radang tenggorokan mempunyai beberapa gejala di antaranya badan demam, batuk ringan, disertai pusing. Sang dokter tidak mengambil paracetamol untuk mengobati demamnya, obat batuk untuk mengobati batuk, dan obat sakit kepala untuk mengobati pusingnya. Sakit-sakit tersebut hanyalah gejala. Yang paling bijak adalah mengatasi sumbernya. Mengobati radang tenggorokannya. Maka dengan begitu, gejala-gejala tersebut akan hilang seiring sembuhnya penyakit radang tenggorokan.

Demikian juga dengan siswa membolos. Siswa yang membolos identik dengan sifat nakal, tidak disiplin, dan stigma negatif lainnya. Siswa yang membolos pasti memiliki alasan mengapa ia membolos. Jadi, bisa dikatakan membolos adalah sebuah akibat. Seorang siswa karena suatu sebab, ia akan membolos. ‘Sebab’ itulah sumber penyakitnya dan membolos adalah gejalanya. Ada siswa yang membolos karena tidak suka dengan pelajaran. Ada yang tidak suka dengan guru yang mengajar. Ada yang merasa bosan di kelas. Ada yang membolos karena pelajaran yang diberikan sudah ia pahami, atau karena suka dimarahi guru atau sedang tidak enak badan. Dan penyebab-penyebab lainnya (sepertinya perlu diadakan studi khusus tentang alasan siswa membolos). Alasan-alasan tersebutlah yang harusnya kita tangani, kita obati. Maka, perlu diadakan pendekatan secara personal untuk mengatasi siswa yang hobi membolos.

Membolos menjadi sebuah gejala dari sebuah ‘penyakit’ –sebenarnya saya tidak suka menggunakan istilah ‘penyakit’– merupakan permasalahan siswa yang harus diperhatikan dengan serius oleh pendidik selaku dokternya. Siswa membolos bisa jadi karena membolos sebagai satu-satunya cara agar permasalahan yang ia hadapi dapat ia ungkapkan. Ketika siswa merasa tidak suka dengan cara pengajaran guru, akankah siswa tersebut berani mengungkapkannya kepada guru dan memberi saran cara mengajar yang ia sukai. Saya kira tidak. Maka, ia mengekspresikan dirinya melalui tindakan membolos. Guru yang tidak bijak akan menganggap siswa yang membolos tersebut sebagai siswa nakal dan tidak disiplin. Maka, dihukumlah ia. Pada kasus seperti ini apakah hukuman menyelesaikan masalah?

Kasus siswa membolos hampir terjadi di semua sekolah. Bila mempunyai keinginan untuk meminimalisasi –saya kira untuk menghilangkan seratus persen tidak mungkin bisa dilakukan– kasus membolos, maka obatilah sumber permasalahannya. Mencari sumber permasalahan ini memang rumit dan membutuhkan waktu serta tenaga yang tidak sedikit. Perlu adanya kesadaran pendidik untuk mau mencari sumber permasalahan siswa yang membolos. Perlu adanya keterbukaan dari pihak sekolah. Institusi pendidikan perlu bersifat dan bersikap kekeluargaan, tidak merasa paling benar, dan memandang siswa sebagai mitra dalam mengembangkan pendidikan bukan sebagai objek pendidikan.

Sistem pendidikan kita memang masih banyak kekurangan, terutama dalam memandang dan menyikapi peserta didik. Sudah saatnya kita menghargai siswa sebagai manusia mulia penuntut ilmu, sebagai manusia yang ingin didengar dan dimengerti permasalahannya. Jika kita tidak mau berbenah diri juga, maka bolehlah siswa untuk membolos dalam rangka menyuarakan permasalahannya.

Sukrisno
Sukoharjo, 17 Mei 2011
23.30 WIB

No comments:
Write comments